Jumlah kasus kekerasan seksual kian meninggi tiap tahunnya. Pada tahun 2020, Komisi Nasional Perempuan mencatat 459 wanita dewasa dan 2.683 anak-anak menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan, WHO (World Health Organization) menyatakan 1 dari 3 perempuan dan 3 dari 10 anak-anak merupakan korban kekerasan seksual.

Metode baru forensik dalam mengidentifikasi kasus kekerasan seksual

Salah satu bentuk bukti forensik yang paling berharga dalam kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh laki-laki adalah adanya air mani, baik dalam bentuk noda yang tertinggal pada barang-barang maupun pada swab yang dikumpulkan dari korban setelah adanya suatu pelanggaran. Untuk memastikan bahwa ada air mani, noda yang dicurigai diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat apakah ada sel sperma yang terlihat.

Laboratorium forensik biasanya menggunakan serangkaian pewarna berbeda untuk membantu menodai sel sperma, membuatnya lebih mudah dideteksi. Namun, noda ini tidak terlalu sensitif atau spesifik, membuat proses deteksi menjadi rumit dan memakan waktu, terutama jika noda sudah tua atau rusak.

Metode baru forensik dalam mengidentifikasi kasus kekerasan seksual

Dalam penelitian baru, James Gooch seorang ilmuwan dari Kings College London dan University of Warwick sedang menguji metode alternatif yang murah dan efektif. Metode yang mereka lakukan didasarkan pada pengembangan aptamers, molekul DNA untai tunggal yang mampu secara selektif mengikat target tertentu.

Diterbitkan dalam Journal ofAnalytical and Bioanalytical Chemistry, James Gooch dkkmengidentifikasi beberapa kandidat aptamers yang menjanjikan dan kemudian menunjukkan bahwa mereka mampu secara selektif mengikat sel sperma daripada jenis sel lainnya.

Dengan menambahkan tag fluoresen ke aptamers yang dihasilkan, metode ini dapat bertindak sebagai metode yang sangat spesifik dan sensitif untuk mendeteksi sel sperma dalam sampel kerja kasus forensik dengan membuatnya 'menyala' di bawah mikroskop.

Selain itu, teknik ini juga dapat membantu ahli forensik untuk mengidentifikasi barang bukti air mani dalam kasus kekerasan seksual, serta mencegah kemungkinan hilangnya bukti.

*Oleh: Rizqi Fithratullah / Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Forensik, Universitas Airlangga