Salah satu topik yang menarik perhatian saya sejak lama yaitu mengenai keberadaan Harimau Jawa yang memiliki nama latin Panthera tigris sondaica, satwa legendaris dan endemik tanah Jawa. Berangkat dari hobi hiking di wilayah pegunungan seperti di seputaran daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, samar-samar saya mendengar kucing besar tanah Jawa ini masih disebut-sebut, baik sebagai satwa yang sudah punah maupun sebagai satwa yang kemungkinan masih ada di pedalaman hutan-hutan tanah Jawa. Dan spekulasi mengenai keberadaannya tersebut menjadikannya sebagai topik yang menarik untuk dibicarakan.

Setelah melakukan penelusuran informasi terdapat beberapa artikel dan penelitian ilmiah mengenai upaya pembuktian keberadaan Harimau loreng Jawa ini setelah dinyatakan punah pada tahun 1980-an. Bahkan artikel-artikel tulisan yang berkaitan dengan Harimau Jawa masih ditemukan hampir pada setiap tahunnya.

Meski dinyatakan punah, Harimau Jawa masih diyakini eksistensinya

Keterangan Foto: Foto Harimau Jawa yang diambil dari tahun 1938 di Ujung Kulon dan dipublikasikan oleh A. Hoogerwerf. (Sumber Foto: Wikipedia Commons)

Sebagai informasi, terdapat tiga subspesies Harimau di Indonesia, yaitu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Dari ketiga subspesies tersebut hanya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masih eksis saat ini dan menjadi satwa yang dilindungi di Indonesia. Kedua subspesies lainnya, yaitu Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah dinyatakan punah oleh otoritas yang berwenang. Namun ada fakta yang unik untuk Harimau Jawa yang telah dinyatakan punah pada tahun 1980-an ini. Jejak-jejak yang ditemukan dan adanya laporan-laporan perjumpaan masih mengundang spekulasi mengenai kepunahannya yang menyebabkan beberapa tim peneliti tanpa lelah masih mencari dan membuktikan keberadaan sang loreng tanah Jawa ini.

Beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2017, kita sempat dihebohkan dengan pemberitaan di media massa tentang adanya penampakan kucing besar di Taman Nasional Ujung Kulon yang diduga sebagai Harimau Jawa sedang memangsa banteng. Namun setelah verifikasi dan penelitian lebih lanjut oleh para ahli, disimpulkan bahwa kucing besar yang terekam dalam foto tersebut bukanlah Harimau Jawa, melainkan spesies Macan Tutul. Rupanya banyak dari kita yang masih mengharapkan kembalinya si Raja Hutan Tanah Jawa ini.

Meski dinyatakan punah, Harimau Jawa masih diyakini eksistensinya

Keterangan Foto: Penampakan kucing besar yang diduga Harimau Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon tahun 2017, namun setelah diverifikasi lebih lanjut oleh tim ahli dan peneliti disimpulkan bahwa kucing besar dalam foto tersebut adalah spesies Macan Tutul dan bukan Harimau Jawa. (Sumber Foto: Dokumentasi TNUK/detik.com)

Terdapat alasan kuat dari tim peneliti untuk meyakini bahwa Harimau Jawa belum punah secara total dan masih ada individu-individu yang tersisa di pedalaman hutan-hutan tanah Jawa ini. Temuan-temuan jejak seperti cakaran, feses, maupun penuturan dari warga yang tinggal ataupun mencari mata pencaharian di seputaran hutan yang diperkirakan bisa menjadi habitat Harimau Jawa menegaskan kembali semua itu.

Meski dinyatakan punah, Harimau Jawa masih diyakini eksistensinya

Keterangan Foto: Foto Harimau Jawa di Kebun Binatang London, sebelum tahun 1942. (Sumber Foto: Wikipedia Commons)

Mengutip dari artikel situs berita Lingkungan Mongabay berjudul Ijen dan Eksistensi Harimau Jawa yang Dinyatakan Punah (Ihsannudin: 2019), suatu spesies dinyatakan punah apabila tidak terekam/terfoto selama dua kali periode masa hidup satwa tersebut. Atau, jika rata-rata umur Harimau Jawa adalah 25 tahun maka dapat dinyatakan punah 50 tahun kemudian dari temuan foto atau jejaknya.

Lebih lanjut menurut peneliti Harimau Jawa yang juga Direktur organisasi Peduli Karnivor Jawa, Didik Raharyono, S.si dalam web Peduli Karnivor Jawa bagian Harimau Jawa Panthera tigris sondaicamenyatakan, adalah sebuah pertanyaan menarik untuk dikaji tetapi sangat berat untuk dijawab: apakah Harimau Jawa benar-benar sudah punah? Pertanyaan tersebut perlu dijawab dengan argumen ilmiah dan bukan sekadar jawaban yang gegabah. Dibutuhkan penelitian mendalam pada seluruh habitat Harimau Jawa yang tersisa secara terprogram dan bukan atas kajian temporal yang dilakukan secara sampling. Habitat Harimau Jawa adalah Pulau Jawa, pada tahun 1974 yang diteliti untuk Habitat Harimau Jawa hanyalah Taman Nasional Meru Betiri, padahal banyak lokasi pada tahun 1974 sangat memungkinkan sebagai habitat Harimau Jawa seperti Gn. Argopuro, Gn. Raung, Gn. Panataran, Gn. Rante, Gn. Ijen, Gn. Merapi Ungup-ungup dan Alas Purwo, tidak dilakukan pemantauan harimau jawa. Apalagi ke daerah lain yang berjarak ratusan kilometer dari Meru Betiri seperti di Gn. Wilis, Gn. Arjuno, Gn. Lawu, Gn. Muria, Gn. Merapi, Pegunungan Seribu, Pegunungan Menoreh, Pegunungan Dieng, Gn. Slamet, Gn. Cermai, Leuweng Sancang, dan Ujung Kulon.

Meski dinyatakan punah, Harimau Jawa masih diyakini eksistensinya

Keterangan Foto: Foto Harimau Jawa yang diburu di Malinping Jawa Barat pada tahun 1941. (Sumber Foto: Wikipedia Commons/Tropenmuseum)

Dalam web Peduli Karnivor Jawa, Didik Raharyono juga memaparkan bukti-bukti dari eksistensi Harimau Jawa dari tahun 1993 hingga 2000-an di Taman Nasional Meru Betiri yang artinya lama setelah Harimau Jawa ini dinyatakan punah, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

- Adanya pelaporan dari seorang jagawana TN Meru Betiri yang melihat seekor harimau loreng melintas di Sukamade Pantai th 1993 (Pak Watono).

- Ditemukannya jejak berukuran (26X28cm) tahun 1997 di Sukamade (FK3I Korda Jatim)

- Ditemukannya feses berdiameter 6 cm di tahun 1998 (Jagawana TNMB); ditemukannya feses berdiameter 7 cm th 2004 di Watu Gembuk. Untuk feses diameter di atas 4cm, bila di bawah 3,5cm masih macan tutul.

- Ditemukannya jejak berukuran (14X16) cm th 2006 (PEH TNMB)

Di samping itu masyarakat sekitar hutan TN. Meru Betiri, warga Samenrejo, Bandealit, Sumbersari, Terbasala, dan Baban masih sering menginformasikan tentang perjumpaan dengan macan loreng, bukan macan tutul. Selain itu pelaporan perjumpaan dengan Harimau Jawa juga masih dilaporkan di tempat-tempat yang jauh dari Taman Nasional Meru Betiri, seperti di Blora, Gunung Wilis, Gunung Muria, Ujung Kulon dan hutan-hutan lain di Pulau Jawa, bahkan dalam Web Peduli Karnivor Jawa juga terdapat gambar serpihan kulit Harimau Jawa yang terbunuh tahun 2013 dan sisa kuku kaki Harimau Jawa yang terbunuh tahun 2007.

Meskipun yang baru dapat dilihat adalah jejaknya, dan mungkin belum adanya bukti fisik yang benar-benar akurat seperti foto yang dipublikasikan secara luas, namun jejak-jejak itu tentu menambah semangat para peneliti yang masih meyakini eksistensi Harimau Jawa ini. Masih segar dalam ingatan ketika media massa pada tahun 2013 memberitakan Tim ekspedisi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) berhasil menemukan danau misterius terpencil di lereng Gunung Semeru yang masih belum terjamah bebas oleh manusia yang bernama Ranu Tompe. Di danau tersebut, tim ekspedisi yang secara khusus melakukan ekspedisi untuk mencari lokasi danau perawan itu menemukan jejak karnivora besar di sana. Meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut, menurut informasi beberapa jejak yang ditemukan memiliki karakteristik yang agak berbeda dalam pola dan ukurannya bila dibandingkan dengan jejak macan tutul atau macan kumbang pada umumnya.

Berkaitan dengan pembuktian foto, memang terdapat beberapa foto mengenai sosok Harimau Jawa meskipun perlu verifikasi dan penelitian lebih lanjut mengenai kebenaran foto-foto tersebut. Salah satu foto sosok Harimau Jawa yang paling baru terdapat dalam artikel Melacak Jejak Harimau Jawa dalam link berikut iniMelacak Jejak Harimau Jawa yang menurut informasi diambil di salah satu hutan Jati di Jawa (lokasi dirahasiakan). Harapan kita mudah-mudahan setelah diteliti lebih lanjut, beberapa foto yang ada memang benar adalah sosok Harimau Jawa.

Salah satu metoda kuat pembuktian mungkin memang melalui foto kamera trap untuk bukti fisik eksistensi individu Harimau Jawa di alam dan analisis DNA untuk memastikan spesies tersebut adalalah benar spesies Harimau Jawa. Mudah-mudahan kita semua masih bisa menyaksikan individu yang masih tersisa dari Harimau Jawa ini, tidak hanya dari cerita ataupun gambar hitam putih dari foto-foto masa lalu. Pun bila Harimau Jawa sungguh-sungguh telah punah saat ini, kita wajib memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap para peneliti yang tanpa lelah berusaha dan terus berupaya untuk membuktikan eksistensi individu yang masih tersisa dari satwa endemik tanah Jawa ini. Karena pada akhirnya tujuan terpenting dari penelitian ini juga untuk mengedukasi kita yang awam mengenai pentingnya konservasi alam beserta flora dan faunanya bagi kelanjutan kehidupan manusia dan mengingatkan kita untuk menjaga dan mempertahankan apa yang masih ada dari kepunahan. Sekali lagi salut untuk para peneliti yang memberikan banyak sekali wawasan untuk kita semua.