Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takdir memiliki arti ketetapan Tuhan atau ketentuan Tuhan. Dengan demikian, kita sebagai makhluk hidup tidak pernah mengetahui atas ketetapan Tuhan yang telah ditentukan, baik itu rezeki, jodoh dan kematian.

Berbicara mengenai takdir, terdapat novel yang di dalamnya menceritakan mengenai persoalan takdir. Novel tersebut merupakan salah satu karya seorang sastrawan Indonesia yang bernama Idrus. Idrus ingin menyampaikan melalui karyanya mengenai persoalan takdir, yang tertuang di dalam novel yang berjudulAki.

Novel Akikarya Idrus diterbitkan oleh PT Balai Pustaka pada tahun 1949 dan mengalami beberapa kali cetakan di tahun-tahun berikutnya. Novel Akimenceritakan sosok Aki yang sedang sakit parah, ia divonis oleh dokter mengalami sakit paru-paru sehingga dirinya kritis. Dalam hal ini, pengarang menjelaskan dalam ceritanya bahwa sosok Aki ketika sedang mengalami kritis justru mengucapkan kepada istrinya yang bernama Sulasmi bahwa Aki akan meninggal setahun lagi. Kabar tersebut tidak tahu dari mana asalnya, tetapi hanya itu yang terucap dari mulutnya.

"Sulasmi, aku akan mati setahun lagi", ujar Aki.

Berdasarkan kutipan di dalam novel tersebut, dapat kita ketahui bahwa pengarang menggambarkan sosok Aki memiliki sikap yang optimis bahwa dirinya akan berhadapan dengan kematian dalam kurun waktu setahun lagi. Aki hanya memikirkan persiapan kematiannya, ketika dirinya sakit tidak memikirkan mengenai akan menyembah Tuhan, namun justru memikirkan akan kematiannya di waktu yang akan datang. Hal tersebut sangat bertentangan dengan "takdir" karena pada dasarnya "kematian" hanya Tuhan yang menentukan sehingga tidak ada satu orang pun yang dapat menerka-nerka akan kematian.

Tidak hanya itu saja, melainkan kabar kematian sosok Aki dalam novel tersebut diketahui juga oleh rekan-rekan kerjanya. Dalam novel tersebut, menceritakan bahwa rekan-rekan kerja Aki mengetahui akan kematian Aki di tahun yang akan datang. Kabar kematian Aki dalam waktu setahun lagi menjadi tanda tanya bagi orang yang mendengar kabar tersebut, salah satunya rekan kerja Aki yang bingung dan bertanya-tanya akan persoalan takdir tersebut. Dengan demikian, persoalan "kematian" tersebut seolah-olah dianggap bahwa manusia dapat mengetahui kapan dirinya akan meninggal. Bahkan, salah satu rekan kerja Aki membuat sajak.

"Tuhan sudah mati

Sekarang Aki jadi Tuhan

Tapi Aki juga akan mati

Jadi semua tidak kekal

Tuhan tidak, Aki tidak, Aku tidak"

(Sajak yang terdapat di dalam novel Akikarya Idrus)

Sajak tersebut seolah-olah menganggap bahwa Tuhan sudah mati lantaran adanya suatu anggapan bahwa Aki dapat mengetahui kematian dirinya sendiri dan sajak tersebut seakan-akan menganggap Aki yang akan menjadi Tuhan tetapi tidak akan kekal. Perlakukan tersebut seolah-olah perbuatan yang sangat durhaka kepada Tuhan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi rasa kepercayaan kepada Tuhan beserta takdir yang telah ditetapkannya. Padahal kematian seseorang hanya Tuhan yang berkuasa akan hal tersebut sesuai ketetapannya.

Membahas mengenai kematian maka tidak ada satu orang pun yang mengetahui akan kematian tersebut, bahkan setiap orang tidak bisa menentukan kapan dirinya akan meninggal dan berhadapan dengan suatu kematian. Menduga akan kematian melalui nalar pikir kita, justru menentang akan takdir yang telah Tuhan tentukan. Menerka akan kematian melalui daya pikir kita, justru bisa jadi salah. Begitu pula dalam novel Akikarya Idrus ini yang di dalamnya pengarang menjelaskan bahwa sosok Aki ketika menjelang kematiannya yang dipercayai akan meninggal di hari tersebut maka Aki sudah siap atas kematiannya. Namun, pada hari menjelang kematian Aki, justru membuat heboh lantaran pada hari yang dipercayai Aki mengenai kematiannya justru saat itu Aki tidak meninggal.

"Engkau belum mati, Aki?", ucap Sulasmi.

"Apa katamu Sulasmi? Aku belum mati? Ya, Tuhan Yang Maha Pemurah, aku rupanya tadi hanya tertidur dan karena keributan pegawai-pegawai itu aku terbangun", ucap Aki kepada Sulasmi.

Lalu Aki berkata lagi kepada Sulasmi, "Kukatakan padamu bahwa aku baru akan mati, kalau aku sudah berumur enam puluh tahun."

Begitulah percakapan di dalam novel Akikarya Idrus.Berdasarkan hal tersebut, dugaan Aki mengenai kematiannya tersebut salah. Dirinya menduga bahwa akan meninggal tepat setahun lagi, namun ketika waktu itu telah tiba dirinya justru tidak berhadapan dengan kematian. Berarti sudah sangat jelas bahwa manusia tidak bisa menduga-duga akan kematiannya.

Novel Akikarya Idrus ini memberikan kita pelajaran bahwa kematian seseorang hanya Tuhan yang menentukan. Pengarang menggambarkan dalam novel Akiini dari mula sosok Aki yang kritis sehingga dirinya menduga akan kematiannya, kemudian setelah waktu itu tiba justru dirinya tidak meninggal sehingga ia menganggap bahwa dirinya akan meninggal di saat dirinya berumur enam puluh tahun. Lalu, dirinya menempuh pendidikan sehingga adanya suatu kejadian-kejadian dalam hidupnya sehingga membuat dirinya ingin hidup seratus tahun lamanya. Hal ini diperjelas oleh kalimat di dalam novel tersebut "Aku belum tua dan aku tidak jadi mati umur enam puluh tahun. Aku mau hidup seratus tahun lagi, ujar Aki.

Novel Akikarya Idrus ini menjelaskan akan persoalan takdir. Takdir yang tidak dapat diketahui oleh satu makhluk pun di muka bumi ini. Setiap individu tidak bisa menduga akan takdir mengenai kematian. Pengarang pun menjelaskan bahwa sosok Aki merupakan manusia yang sangat baik hati, akan tetapi dirinya selalu menerka akan kematian yang menghampirinya, bahkan dirinya tidak ingat kepada Tuhan, tidak pernah sembahyang, bahkan puasa pun tidak pernah. Berjalannya waktu, dirinya pun sadar bahwa tidak boleh menentang maut dan tidak boleh menyerah.

Persoalan takdir yang dapat kita ambil dari pelajaran dalam novel Akikarya Idrus yaitu kita tidak boleh menentang akan takdir Tuhan. Manusia dari hidup sampai ia meninggal hanya Tuhan yang menentukan sesuai ketetapannya, tugas kita hanya berbuat baik dan percaya akan ketetapan Tuhan. Berbuat baiklah, tetapi jika berbuat jahat bahkan tidak percaya akan takdir Tuhan maka sama saja kita menentang akan ketetapan Tuhan. Dengan demikian, sastrawan kita yang satu ini, yaitu Idrus melalui tulisannya dalam novel Akimembuat diri kita tersadar bahwa tidak ada satu pun orang yang bisa mengetahui kapan dirinya akan berhadapan dengan kematian. Kita bisa saja menduga tetapi dugaan kita tentu saja bisa salah, dan terus semangat dalam menjalani kehidupan serta tidak pantang menyerah.