Perang Dunia II, perang terbesar yang pernah dilalui manusia dalam perjalanan panjang sejarah peradabannya telah memberi kisah dan warna tersendiri bagi sejarah dunia. Perang Dunia II terjadi di dua front, front Eropa dan front Pasifik. Di Eropa perang Dunia II dipicu oleh invasi Jerman atas Polandia pada tahun 1939, dominasi dan kekejaman Nazi Jerman di daratan Eropa telah menjadi sejarah kelam perang yang terjadi dalam rentang waktu tahun 1939-1945 tersebut, hingga akhirnya pada bulan Juni tahun 1944, panglima tertinggi pasukan sekutu Jenderal Dwight D. Eisenhower menggelar operasi pendaratan pasukan terbesar sepanjang sejarah di Pantai Normandia Prancis. Pasukan Sekutu menginvasi Eropa untuk mengakhiri dominasi dan kekejaman Nazi Jerman di daratan Eropa serta untuk mengakhiri perang di front Eropa tersebut. Pada bulan Mei 1945 Jerman menyerah kalah kepada Sekutu.

Tidak kalah dahsyatnya dengan peperangan di Palagan Eropa, Perang Dunia II juga berkobar di front Pasifik. Sejarah dunia mencatat, pagi hari pada tanggal 7 Desember 1941, Laksamana Isoroku Yamamoto mengerahkan ratusan armada pesawat tempur angkatan perang Jepang untuk melakukan serangan dadakan terhadap armada-armada Angkatan Laut Amerika Serikat di pangkalan mereka, Pearl Harbor-Hawaii. Serangan Jepang di Pearl Harbor hari itu menandai dimulainya Perang Dunia II di front Pasifik dan kampanye militer Jepang di seluruh wilayah Asia Pasifik.

Dalam buku Perang Pasifik karya P.K. Ojong (Kompas: 2008), dibeberkan sesudah Pearl Harbor, dengan tempo waktu yang cepat, kampanye militer Jepang berhasil menguasai dan mendaratkan pasukannya di wilayah Filipina, Hong Kong, Kalimatan Utara, Malaya, dan Guam. Laksamana Takeo Kurita memimpin pendaratan-pendaratan tentara Jepang di Asia Tenggara. Formasi pola serangan lautnya dari Laut Tiongkok Selatan dan Davao (Filipina) yang mirip tentakel gurita bertujuan untuk mengepung Pulau Jawa, benteng Sekutu terakhir di Pasifik Barat.

Akhirnya bara panas Perang Dunia II di medan perang Pasifik tersebut mencapai bumi Nusantara pada tahun 1942 dan pada awal Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa. Dalam bukuHeiho: Barisan Pejuang Indonesia Yang Terlupakankarya Nino Oktorino (PT. Elex Media: 2019) dituliskan bahwa keberhasilan Jepang mengalahkan Belanda di Indonesia dalam waktu singkat menimbulkan kesan mendalam bagi bangsa Indonesia yang masih dalam kungkungan penjajahan Belanda. Pada awalnya bangsa Indonesia menyakini bahwa Jepang datang sebagai saudara tua yang akan membebaskan saudara muda. Namun perasaan kagum terhadap Jepang tersebut hanya berlangsung sementara saja karena Jepang segera membuat peraturan sebagaimana layaknya tentara pendudukan, selain itu salah satu tujuan Jepang menguasai Indonesia adalah untuk mencari sumber daya alam minyak dan karet yang sangat dibutuhkan dalam peperangan.

Hadirnya angkatan perang Kekaisaran Jepang ke Indonesia membawa Indonesia ke dalam pusaran besar Perang Dunia II dan menandai sebuah episode baru dalam rangkaian kisah sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Dari sumber-sumber sejarah, kita bisa mengetahui kisah-kisah menyedihkan dampak dari terjadinya perang besar ini, seperti perlakuan kejam tentara Jepang terhadap para tawanan perangnya, dan juga kepada bangsa Indonesia selama masa pendudukan, brutalnya sistem kerja paksa Romusha dan kisah-kisah lainnya yang telah menjadi catatan kelam sejarah masa lalu perang untuk tidak pernah terjadi lagi. Pada bulan Agustus 1945, Amerika Serikat mengerahkan armada pesawat pembom jarak jauhnya dan menjatuhkan bom atom di atas Kota Hiroshima dan Nagasaki, yang memaksa Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu segera setelahnya, dan Perang Dunia II di front Pasifik pun berakhir.

Sepenggal kisah sejarah Perang Dunia II itu juga ada di Kota Kembang, Bandung. Tidak begitu jauh dari pusat Kota Bandung terdapat sebuah Ereveld (Makam Kehormatan Belanda), lokasi tepatnya ada di Jalan Pandu No. 32 Bandung. Sangat mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan berbasis aplikasi online.

Sehabis mengikuti event lari Bandung Marathon 2019 di hari sebelumnya, sebagai seorang penyuka sejarah saya mengunjungi Ereveld Pandu pada hari Senin tanggal 29 Juli 2019 yang lalu. Untuk sampai ke gerbang Ereveld Pandu, kita harus berjalan kurang lebih 200 meter dari komplek pemakaman Pandu sampai menemukan pintu berornamen besi tempa sebagai pintu masuk Ereveld Pandu. Setelah menekan bel saya dipersilahkan untuk langsung masuk oleh penjaga di sana.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Pintu Gerbang Ereveld Pandu, Bandung

Dari pintu gerbang Ereveld Pandu, terdapat jalan utama yang dihiasi oleh kerimbunan pohon cemara di kedua sisi dari arah berjalan. Waktu menunjukkan pukul 8.00 pagi waktu saya sampai di Ereveld Pandu, cuaca cerah khas musim kemarau dan udara masih terasa cukup sejuk pagi itu.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Jalan Utama menuju Kompleks Ereveld yang dihiasi dengan rimbunnya pohon cemara di kedua sisinya

Dari jalan utama sudah terlihat sebuah monumen yang dikenal dengan nama Monumen Umum (Algemeen Monumen), namun sebelum mengeksplore tempat ini saya menuju ke bangunan pendopo untuk mengisi buku tamu dan meminta izin kepada pihak pengelola.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: jalan masuk menuju bangunan Pendopo di sisi sebelah kanan dari arah kita masuk

Di pendopo saya mengisi terlebih dahulu buku tamu dan di pendopo ini pula saya disambut dengan ramah oleh Bapak Purwadi, pengelola Ereveld Pandu Bandung. Oleh Bapak Purwadi saya diberikan penjelasan singkat mengenai Ereveld Pandu dania memberikan lembaran tulisan yang berisi informasi umum mengenai apa saja yang terdapat di Ereveld Pandu ini serta saya diperkenankan untuk mengeksplorasi tempat ini. Menurut informasi, selain dikunjungi turis, Ereveld Pandu ini juga sering dikunjungi oleh anggota keluarga dari mereka yang telah dimakamkan di tempat ini untuk berziarah.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Bangunan Pendopo tempat kita mengisi buku tamu dan mendapatkan informasi mengenai Ereveld Pandu dari brosur yang disediakan

Menurut informasi dalam tulisan yang diberikan kepada saya, Makam Kehormatan Belanda Pandu Bandung ini diresmikan pada tanggal 7 Maret 1948 dan dikelola oleh Yayasan Makam Kehormatan Belanda (OGS). Bersama Ereveld Leuwigajah yang juga berada di Cimahi, Bandung, Ereveld Pandu merupakan satu dari 7 Ereveld yang ada di Indonesia. 5 Ereveld lainnya tersebar di berbagai kota, seperti Ereveld Menteng Pulo dan Ereveld Ancol di Jakarta, Ereveld Kembang Kuning di Surabaya, Ereveld Kali Banteng dan Ereveld Candi di Semarang.

Setiap Ereveld memiliki kisahnya masing-masing. Berdasarkan informasi yang terdapat pada papan informasi di bagian depan, Ereveld Pandu merupakan pemakaman bagi banyak orang Belanda-laki-laki, perempuan, dan anak-anak-yang meninggal di kamp konsentrasi Jepang semasa Perang Dunia II. Di sini banyak juga dimakamkan para militer yang sebagian besar adalah orang Indonesia yang berdinas sebagai Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). Di makam kehormatan Belanda Pandu ini dimakamkan lebih dari 4.000 korban perang.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Bentuk tanda makam yang menunjukkan mereka yang dimakamkan di tempat ini memiliki latar belakang dari berbagai macam agama dan keyakinan

Sama seperti Ereveld Menteng Pulo di Jakarta yang pernah saya kunjungi, Ereveld Pandu ini pun tidak seperti gambaran kebanyakan pemakaman pada umumnya dan jauh dari kesan "angker" atau "menyeramkan". Ereveld Pandu ini juga tertata dengan rapi dan asri layaknya sebuah taman. Ketika saya berkunjung ke sana, pekerja-pekerja sedang melakukan aktivitas pekerjaan seperti merapikan rumput, menyiram tanaman, dan lain sebagainya. Siapapun yang pernah berkunjung ke Ereveld pasti akan terkesan dengan keasrian dan kerapiannya.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Nisan-Nisan yang tertata rapi di salah satu kompleks pemakaman Ereveld Pandu.

Meskipun Ereveld ini nampak asri seperti sebuah taman, namun perlu dipahami bahwa Ereveld adalah kompleks pemakaman dan juga tempat memorabilia sejarah dengan banyak kisahnya terutama kisah mengenai nestapanya sebuah peperangan dari mereka yang pernah terlibat langsung dan menjadi korban dalam sebuah peperangan, sopan santun dan respek merupakan hal yang paling penting dan perlu dijaga selama mengunjungi tempat ini, sepertinya kurang pantas bila kita melakukan selfie dengan gaya yang sembarangan di tempat ini.

Monumen-monumen yang terdapat di Ereveld Pandu.

Ada beberapa monumen yang terdapat di Ereveld Pandu. Dari Jalan utama setelah pintu gerbang menuju Kompleks Ereveld yang dihiasi dengan rimbunnya pohon cemara di kedua sisinya terdapat Monumen Umum (Algemeen monumen). Menurut tulisan yang berisikan informasi mengenai Ereveld Pandu yang diberikan oleh Bapak Purwadi, pengelola Ereveld Pandu, Monumen Umum ini dirancang oleh arsitek A.W. Gmelig Meyling yang berdiri di atas sebuah pelataran dengan 8 pilar yang terdapat di kolam. Di sebelah kiri pelataran terdapat sebuah tiang bendera.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Monumen Umum (Algemeen Monumen) di bagian depan Ereveld Pandu

Di pelatarannya, di depan monumen terdapat dua buah tombe yang salah satu di antaranya terdapat sebuah lempengen dari granit dengan relief singa Belanda. Pada bagian atas tombe sebelah kiri diperuntukkan bagi prajurit yang tak dikenal terdapat sebuah pedang, helm, dan krans dari daun palem. Sementara di bagian atas tombe sebelah kanan yang diperuntukkan bagi orang sipil yang tidak dikenal terdapat sebuah obor dan krans dari daun palem.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Monumen Umum (Algemeen Monumen) dilihat dari dekat dengan dua buah tombe di bagian depannya

Di Ereveld ini juga terdapat monumen KNIL yang diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1991. Monumen ini dirancang oleh Ibu Therese de Groot-Haider dan merupakan replica dari monumen yang pada tahun 1990 ditempatkan di Koninklijk Tehuis bagi para mantan militer "Bronbeek" di Arnhem.

Pasukan KNIL (singkatan dari bahasa Belanda: het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) adalah Tentara Kerajaan Hindia Belanda namun banyak di antara para anggotanya adalah penduduk pribumi Indonesia yang direkrut oleh pemerintahan pendudukan Belanda. KNIL sendiri dibubarkan pada tanggal 26 Juli 1950 seiring dengan pengakuan Belanda atas kedaulatan negara Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag (catatan: pengakuan Belanda akan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya diberikan pada tanggal 16 Agustus 2005). Mantan tentara KNIL diperbolehkan bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia.

Salah seorang Panglima KNIL yang cukup terkenal dan terekam dalam sejarah Perjuangan Republik Indonesia adalah Jenderal Simon Spoor. Sekilas mengenai Jenderal Spoor, dalam buku Doorstoot Naar Djokja-Pertikaian pemimpin Sipil-Militer karya Julius Pour (2010), dibeberkan bahwa pada tanggal 19 Desember 1948 Jenderal Spoor menggelar operasi Kraai (burung gagak dalam bahasa Belanda) dengan melakukan serangan ke Kota Yogyakarta pada pagi hari tanggal 19 Desember 1948 dengan tujuan untuk melemahkan Republik Indonesia dan melakukan propaganda kepada dunia bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.

Jenderal Spoor mengerahkan 2 kompi pasukan payung baret merah KST (Korps Speciale Tropen) yang diterjunkan untuk menguasai pangkalan udara Maguwo Yogyakarta. Meskipun pasukan pertahanan pangkalan Indonesia memberikan perlawanan gigih namun karena tidak seimbang dari segi kekuatan dan persenjataan, pangkalan udara Maguwo berhasil dikuasai pasukan Belanda. Setelah pertahanan Maguwo dilumpuhkan dan pasukan baret merah KST menguasai pangkalan udara Maguwo, Jenderal Spoor membuat jembatan udara untuk memindahkan pasukan komando baret hijau KST (Korps Speciale Tropen) dari pangkalan Udara Kalibanteng Semarang menuju Maguwo yang diperkuat oleh sejumlah batalyon pasukan darat di Jawa Tengah yang bergerak melalui jalur darat untuk langsung menyerbu dan menguasai Kota Yogyakarta serta menawan pejabat-pejabat penting Republik Indonesia di sana. Dalam Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Monumen KNIL yang menjadi salah satu ciri khas Ereveld Pandu

Meskipun pejabat-pejabat penting Republik Indonesia berhasil ditawan Belanda, namun perhitungan Jenderal Spoor tentang kondisi Republik Indonesia meleset. Panglima Besar Jenderal Sudirman bersama komandan-komandan lapangan TNI berhasil menyusun strategi dan rencana Serangan Umum dari markas gerilyanya sehingga hanya beberapa bulan setelah Agresi Militer Belanda II, pada tanggal 1 Maret 1949 pasukan TNI dengan dukungan segenap rakyat melakukan serangan besar-besaran terhadap posisi-posisi strategis pasukan Belanda di Yogyakarta. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret 1949. Untuk menghadapi pasukan TNI dan pejuang Indonesia di Serangan Umum 1 Maret Belanda juga sempat mengerahkan 2 batalyon pasukan KNIL-nya yang paling tangguh di bawah Komando Komandan Brigade yang berkedudukan di Magelang, Kolonel van Zanten. Batalyon Pasukan KNIL Kolonel van Zanten tersebut dikenal dengan julukan Batalyon Andjing Nica dan Batalyon Gajah Merah.

Melalui Serangan Umum 1 Maret 1949 pasukan TNI berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama 6 jam dan berhasil membuka mata dunia bahwa Negara Republik Indonesia dan pasukan TNI-nya masih ada sehingga memberikan posisi tawar yang kuat dan strategis untuk usaha-usaha diplomasi yang terus dilakukan hingga Kedaulatan Negara Republik Indonesia diakui secara utuh atas seluruh wilayah Nusantara. Jenderal Spoor meninggal karena sakit tidak lama setelah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Jenderal Spoor dimakamkan di Ereveld Menteng Pulo Jakarta.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Ereveld (Makam Kehormatan Belanda) yang tertata rapi seperti dalam sebuah taman dan jauh dari kesan " angker"

Menelusuri tempat ini dalam keheningan akan menyadarkan kita akan duka dan nestapa dari sebuah peperangan. Kemanusiaanlah yang akan menjadi korban dari kejamnya sebuah peperangan. Pertanyaan mengapa sebuah peperangan harus dicegah baik untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang akan terjawab ketika kita memandang barisan nisan-nisan yang ada di dalam kompleks makam kehormatan ini. Mereka semua yang terbaring di sini adalah juga korban sesungguhnya dari sebuah peperangan.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Kolam di Ereveld Pandu yang menambah asrinya suasana

Di bagian belakang kompleks pemakaman ini terdapat sebuah monumen bendera (vlaggenmonument) yang pada bagian bawahnya terdapat nama-nama tempat di mana pertempuran terjadi. Di sekeliling tiang bendera terdapat lingkaran dari granit dengan 12 lambang zodiak dan simbol dari keempat agama terbesar di dunia.

Mengunjungi Ereveld Pandu, sepenggal kisah Perang Dunia II di Bandung

Keterangan Foto: Monumen Bendera (vlaggenmonument) yang dibagian bawahnya terdapat nama-nama tempat dimana pertempuran terjadi

Di bagian luar lingkaran diletakkan lempengan batu peringatan yang menghadap ke tiang bendera. Di atas lempengan batu tersebut tercantum nama-nama para korban tempat pertahanan Ciater dan Subang.

Tentu saja masih banyak hal yang terlewatkan di tulisan ini namun berkunjung ke tempat-tempat yang memiliki kisah sejarah seperti Ereveld Pandu ini dapat membuka mindset kita sebagai generasi muda dan generasi penerus. Sejarah kelam peperangan dahulu memang pernah terjadi, dan kita pernah saling berhadapan dengan pihak Belanda dan Jepang pada masa lalu dan masa revolusi kemerdekaan, namun kita semua telah sepakat bahwa hal tersebut telah selesai dan sejarah buruk yang pernah terjadi di masa lalu akan menjadi pembelajaran yang berharga agar perdamaian terus menerus dijaga untuk saat ini dan masa yang akan datang. Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Belanda dan Jepang telah terbina dengan baik saat ini. Semoga dengan semakin majunya jaman, pehormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan akan semakin lebih tinggi sehingga tidak akan pernah ada lagi peperangan untuk saat ini dan pada masa yang akan datang.