Pada bulan Juni 2019 ini kota Jakarta berulang tahun yang ke-492, usia yang cukup panjang untuk membingkai perjalanan sejarahnya sebagai sebuah kota besar. Meskipun hampir berusia setengah milenium, namun sebagaimana dituliskan oleh Adolf Heuken SJ dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (1997:14-15): "Jakarta masih muda dibandingkan dengan Beijing (k.l. 300SM), Hanoi (abad ke-7M) atau Kyoto (794M). Akan tetapi bila dibandingkan dengan ibu kota lain di Asia Tenggara, sejarah Jakarta lebih panjang: Bangkok (1769), Sydney (1788), Singapore (1819) dan Kuala Lumpur (awal abad ke-19) semuanya jauh lebih muda dibanding Jakarta, tentunya banyak kisah bersejarah yang mengiringi perjalanan kota Jakarta hingga saat ini.

Lebih lanjut dalam buku tersebut diceritakan pula bahwa sebagai Kota Pelabuhan, Jakarta sudah bercorak Internasional sejak masih disebut Sunda Kelapa dan sejak berabad-abad yang lalu orang dari berbagai macam latar belakang budaya, suku, dan agama sudah berinteraksi di tempat ini yang memberikan warna dan keunikan tersendiri dalam kehidupan penduduknya hingga hari ini.

Dari kisah masa lalunya, terdapat sebuah episode ketika nama Jakarta adalah Batavia. Sebagai informasi, menurut sumber sejarah, Jakarta memiliki beberapa nama di masa lalunya, diantaranya: Sunda Kelapa yang terkenal dengan pelabuhannya di masa itu. Pada tahun 1527 Fatahilah dari Kesultanan Demak dan pasukannya mengusir penjajah Portugis dari Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta. Nama Jayakarta diubah menjadi Batavia oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen setelah dia dan pasukannya berhasil merebut Jayakarta dari kekuasaan Kesultanan Banten pada tahun 1619. Nama Batavia bertahan dalam kurun waktu yang lama hingga diganti pada masa awal pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942.

Saya berkesempatan menelusuri beberapa tempat bersejarah di wilayah pesisir Jakarta ini, seperti Menara Syahbandar, Museum Bahari, Bangunan VOC Galangan, dan Pelabuhan Sunda Kelapa pada hari Minggu tanggal 23 Juni 2019 yang lalu bersama 14 orang anggota komunitas Jakarta Food Traveller dan Wisata Kreatif Jakarta yang dipandu oleh Ibu Amelia. Kegiatan ini cukup menambah wawasan tentang sejarah dan masa lalu kota Jakarta yang belum banyak saya ketahui meskipun saya telah lama tinggal di kota ini.

1. Menara Syahbandar.

Waktu menunjukkan pukul 15.45 WIB sewaktu memulai perjalanan pertama di lokasi Menara Syahbandar. Di tengah hiruk pikuk lalu lalang kendaraan berat pengangkut peti kemas terdapat bangunan bersejarah di seputaran Jalan Pakin Pasar Ikan Jakarta Utara, bangunan itu bernama Menara Syahbandar. Menurut keterangan Pemandu, bangunan bersejarah ini memiliki corak yang sama dengan bangunan-bangunan bersejarah di seputaran Kota Tua Jakarta dengan ciri khas bangunannya bercorak Art Deco, memiliki tembok-tembok tebal dengan warna broken white, serta memiliki jendela berbingkai kayu yang besar dan lebar.

Lebih lanjut, pemandu menjelaskan bahwa menara Syahbandar yang telah berusia lebih dari 1,5 abad ini memilki peran penting pada masa lalu yaitu untuk mengawasi kapal-kapal yang lalu lalang melintasi perairan Batavia dan juga berfungsi sebagai kantor pabean yang memungut pajak dari kapal-kapal yang yang keluar masuk kota Batavia melalui Pelabuhan Sunda Kelapa. Pajak diberlakukan oleh pemerintahan kolonial yang berkuasa saat itu.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Menara Syahbandar, dibangun pada tahun 1839 yang berfungsi untuk mengawasi lalu lintas kapal yang memasuki kawasan Perairan Batavia

Di kawasan Menara Syahbandar ini terdapat beberapa ruangan, diantaranya ruangan yang berisi prasasti dalam aksara Tionghoa di lantai ruangan yang menurut pemandu berisikan penjelasan mengenai garis bujur nol Batavia. Menurut informasi, lantai dasar menara Syahbandar juga digunakan sebagai tempat tahanan untuk awak kapal yang melanggar aturan Pelabuhan. Di puncak menara terdapat ruang pengamatan. Dari ruang pengamatan ini kita bisa melihat daerah sekeliling menara Syahbandar seperti Galangan VOC, Museum Bahari, kampung Akuarium, dan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Tulisan aksara Tionghoa pada lantai Menara Syahbandar menyatakan Kantor pengukuran dan tempat penimbangan (Adolf Heuken SJ,1997:34)

Kondisi bangunan menara Syahbandar ini bila dilihat dari kejauhan terlihat agak miring. Menurut informasi dari pemandu, karena usianya yang cukup tua dan berada di pinggir jalan yang dalam kesehariannya dilalui kendaraan berat pengangkut peti kemas, getaran dari kendaraan-kendaraan berat tersebut turut memengaruhi kondisi dan kontruksi bangunan menara Syahbandar sehingga seiring dengan perjalanan waktu menyebabkan posisi bangunan menjadi miring.

Hal lain yang terlihat klasik adalah meriam-meriam dan kubu pertahanan yang mengelilingi menara Syahbandar. Dalam buku-buku Tempat Bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken SJ dituliskan bahwa lebih penting daripada menara yang menawan ini adalah kubu pertahanan tempat menara ini didirikan. Kubu ini merupakan bagian dari tembok kota Batavia dan dibangun dari batu karang dalam tahun 1645. Pada zaman VOC (1619-1799), sekelompok kecil tentara ditempatkan di kubu ini untuk mengawasi apa yang disebut (Stads-) Waterpoort, yakni "Pintu Masuk Kota dari Laut" namun pintu gerbang ini saat ini tidak ada lagi (1997: 35).

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Salah satu meriam dari 7 meriam pada kubu pertahanan yang mengelilingi Menara Syahbandar

Terlihat beberapa keluarga dengan anak-anaknya berwisata di tempat ini dan ini adalah hal yang positif ketika kesadaran sejarah ditanamkan sejak dini, bukan tidak mungkin anak-anak itu di masa depan akan menjadi pemangku kebijakan yang akan melanjutkan kelestarian bangunan-bangunan bersejarah di kota ini.

2. Museum Bahari.

Tidak jauh dari lokasi Menara Syahbandar terdapat bangunan bersejarah yang dikenal dengan nama Museum Bahari saat ini. Dari sisi arsitektur bangunan museum ini menyajikan sebuah bangunan tua yang kuat dengan kontruksi kokoh dan gaya khas Belanda (Adolf Heuken,SJ, 1997: 35). Pada bulan Januari 2018 yang lalu, terjadi musibah kebakaran di Gedung Museum Bahari ini yang menghanguskan beberapa koleksi alat-alat navigasi di sana. Terlihat bekas tempat kebakaran sudah diperbaiki dan direstorasi.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Bagian depan Museum Bahari

Museum Bahari memiliki koleksi mengenai sejarah maritim dan kelautan Nusantara. Terdapat benda-benda sejarah kelautan seperti kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Ada yang unik dari bangunan Museum ini, kita dapat membaca angka tahun yang berbeda di atas beberapa pintu Museum Bahari ini. Sebagai contoh ada angka tahun 1718,1719, atau tahun 1771. Menurut informasi dari pemandu tour, angka tersebut menunjuk pada waktu renovasi, perluasan maupun tambahan dari gedung yang bersangkutan. Pada masa lalu, disinilah persediaan pala dan lada disimpan, lalu pula kopi, teh dan kain disimpan dalam jumlah yang sangat besar (Adolf Heuken,SJ, 1997: 37).

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Bagian dalam Museum Bahari yang berisikan pengetahuan mengenai dunia Maritim

Di dalam Museum Bahari ini selain koleksi benda sejarah kelautan dan perahu-perahu niaga tradisional juga terdapat diorama-diorama yang menceritakan kisah-kisah penjelajahan samudera oleh bangsa-bangsa asing seperti Inggris, Belanda, Portugis yang salah satu tujuannya untuk mencari rempah-rempah di bumi Nusantara, seperti pala, lada, kopi dan lain sebagainya sebagai komoditas perdagangan yang mempunyai nilai tinggi di pasaran. Bangsa-bangsa tersebut saling bersaing untuk menguasai rempah-rempah di bumi Nusantara ini sehingga tidak jarang menimbulkan pertikaian di antara mereka.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Salah satu Diorama di dalam Museum Bahari yang menceritakan pendaratan penjelajah asing di Bumi Nusantara di masa lalu

Di salah satu sudut ruangan Museum ini terdapat visualisasi mengenai komoditas rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi pemerintahan kolonial.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Visualisasi komoditas rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi bagi pemerintah Kolonial

Di bagian tengah gedung ini terdapat bagian terbuka. Bagi yang memiliki hobi fotografi, ruang terbuka ini bisa menjadi spot yang bagus untuk pengambilan gambar karena nuansa klasiknya.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Ruang terbuka di bagian tengah Museum Bahari dengan nuansa klasiknya

Ada koleksi unik di museum ini yaitu Perahu Papua. Perahu ini dibuat dari kayu utuh, berwarna cokelat, dan dihiasi dengan ukiran-ukiran khas Papua. Perahu ini adalah salah satu hasil karya dan keterampilan dari bangsa kita dalam dunia maritim.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Kapal Papua, koleksi Museum Bahari yang menggunakan kayu utuh dalam pembuatannya

3. VOC Galangan.

Tempat ketiga yang dikunjungi adalah VOC Galangan. Dalam buku-buku Tempat Bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken SJ, (1997: 41) VOC Galangan ini adalah sebuah bangunan kuno namun pernah menjadi tempat yang sangat penting karena berfungsi sebagai galangan atau tempat perbaikan kapal kumpeni. Lebih lanjut diceritakan dalam buku tersebut, Galangan kapal sudah tertera pada peta di Penning van Specx (abad 17). Galangan digunakan untuk memperbaiki kapal-kapal kecil sedangkan kapal-kapal besar diperbaiki di Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Galangan VOC, bangunan yang pernah menjadi tempat yang sangat penting untuk perbaikan kapal

Mengenai Galangan atau tempat perbaikan kapal di Pulau Onrust, sejarah mencatat bahwa penjelajah laut terkenal James Cook pernah singgah di Batavia dan kapal legendarisnya HMS Endeavour pernah diperbaiki di Galangan Kapal Pulau Onrust. Kapten James Cook memuji tukang kayu kapal yang bekerja di Onrust sebagai tukang terbaik di seluruh belahan Timur. Mereka dengan sempurna memperbaiki kapal Endeavour yang mengalami kerusakan besar pada pelayarannya mengelilingi dunia di tahun 1770 (Adolf Heuken SJ, 1997: 302).

Menurut informasi, saat ini taman yang ada di sisa bangunan tersebut disewakan untuk acara-acara tertentu seperti resepsi, ulang tahun, dan lain sebagainya dan ada sekolah musik di sana yang menjadi penyewa tetap di gedung yang masih tersisa.

4. Pelabuhan Sunda Kelapa.

Perjalanan kemarin diakhiri di Pelabuhan Sunda Kelapa. Senja telah turun dan warna langit mulai beralih dari lembayung senja perlahan-lahan menjadi gelap. Deretan kapal-kapal kayu yang berwarna-warni tampak eksotik di bawah temaram langit senja dan lampu-lampu pelabuhan yang mulai menyala menerangi lokasi pelabuhan.

Menelusuri tempat bersejarah pesisir Jakarta, saksi kejayaan Batavia

Keterangan Foto: Barisan Kapal kayu warna-warni yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa di kala senja. Nama Pelabuhan Sunda Kelapa telah termashyur hingga ke manca negara selama berabad-abad

Di tempat ini dalam diam, coba sejenak bayangkan, berabad-abad yang lalu pelabuhan ini telah tersohor hingga ke manca negara. Banyak pelaut, penjelajah, nelayan, dan pedagang pernah berlabuh di tempat ini. Banyak orang dengan berbagai macam latar belakang budaya, suku bangsa, dan agama pernah hadir dan berinteraksi di tempat ini. Jakarta sudah bercorak internasional sejak masih di sebut Sunda Kelapa.

Pelabuhan Sunda Kelapa juga menjadi saksi bisu sejarah terjadinya pertikaian dan peralihan kekuasaan dalam sejarah masa lalu Jakarta yang juga membingkai kisah perjalanan panjangnya sebagai sebuah kota besar hingga hari ini.

Sebagai penutup saya ingin mengutip kembali apa yang dituliskan oleh Adolf Heuken SJ dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (1997:15): Jakarta tidak memiliki keindahan alamiah seperti Hong Kong dengan lalu lalang kapalnya di Pelabuhan, Jakarta tidak mempunyai istana kerajaan yang penuh patung berlapis emas seperti Bangkok, bukan daerah hijau di sekitar waduk air bersih di tengah kota seperti di Singapura; pun pula kurang bangunan-bangunan indah dalam alam hijau dan rapi seperti di Kuala Lumpur. Maka selamatkanlah kelebihan Jakarta! Pugarlah bangunan-bangunan lama yang menarik dan masih tersisa! Peliharalah dengan baik daerah khas di Jakarta yang belum punah!"

Semoga pesatnya laju pembangunan dan modernitas banyak kota besar seperti Jakarta tidak serta merta menyebabkan tergusurnya cagar budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi, karenanya edukasi sejarah sangat penting bagi kaum muda sebagai generasi penerus bangsa yang besar ini.