Di zaman digital dan modern, seluruh informasi dan pengetahuan sudah selayaknya mudah untuk diakses oleh siapa pun dari kalangan mana pun, kecuali dengan topik yang satu ini; kesadaran seksual. Ditunjang dengan lingkungan yang menjunjung tinggi normatif dan kelayakan, budaya timur dan konservatif, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kesadaran seksual dalam masyarakat yang relatif rendah.

Menjadi sebuah tanda tanya besar mengapa topik ini tidak diangkat menjadi isu serius, mengingat pemahaman tentang kesehatan seksual seharusnya menjadi kebutuhan krusial dan fundamental. Pada realitanya, minimnya pendidikan seksual yang diberikan kepada remaja yang tumbuh dan berkembang, serta kurangnya pengetahuan komprehensif mengenai topik seksualitas dapat berdampak jadi masalah yang serius; kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, penyimpangan seksual, dan beban mental.

Berdasarkan data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKN) tahun 2008, hanya sebanyak 17,1% remaja perempuan dan 10,4% remaja laki-laki yang tahu secara benar mengenai masa subur dan risiko kehamilan. Dari data per April-Juni 2018, terdapat 10.830 laporan infeksi HIV dengan kejadian kumulatif hingga 301.959. Kasus tertinggi berada di kelompok umur 25-49 tahun sebanyak 70,3%. Bahkan 76,2% di antaranya disebabkan hubungan seksual yang tidak terproteksi. Sementara Laporan Kementrian Kesehatan RI tahun 2017 mencatat bahwa hanya 20% remaja usia 15-24 tahun yang mengetahui informasi tentang HIV.

Faktanya, pelarangan, penolakan, dan stigma terhadap pentingnya edukasi seksual yang kerap dianggap porno ini sudah menjadikan masyarakat gagal dan naif atas dampak dan bahaya yang mungkin saja menimpanya. Berdasarkan survey, banyak orang memutuskan untuk tidak menggunakan kondom 50% lebihnya disebabkan oleh rasa malu dan ketakutan atas social judgement. Padahal sudah terbukti efektivitas kondom berada antara 79-85%, dan merupakan satu-satunya alat kontrasepsi yang mampu melindungi dari penyakit/infeksi menular seksual (NHS, 2017). Banyak persepsi yang mengira bahwa penggunaan kondom hanya untuk menghindari kehamilan yang tidak direncanakan, namun dengan edukasi yang sesuai akan membantu mengurangi kesempatan terkena penyakit kelamin seperti STI/STD, dan HIV/AIDS.

Untungnya, di era digital ini banyak orang yang sadar akan pentingnya isu sosial ini di Indonesia. Mereka menjadi pendobrak atas atmosfer kecanggungan dan ketidakpantasan serta stigma-stigma negatif yang dianggap tidak etis tentang kesehatan sosial, serta mengangkatnya ke media yang mudah diakses oleh para remaja seperti sosial media Instagram.

Akun-akun seperti @tabu.id, @tirto.id, @perempuanberkisah, dan bahkan influencer sosial media seperti @catwomanizer dan @jennyjusuf juga menjadi pioniryang membuat pentingnya kesadaran seksual menjadi tersebarluaskan dengan mudah, mengingat media mainstream kerap enggan mengangkat topik yang dianggap tabu ini.

Perlu untuk saling mengingatkan, merangkul, dan bukan menggurui. Mari kita sama-sama hentikan pandangan sebelah mata akan kesehatan seksual karena pada realitanya, ini dapat menjadibumerang yang akan menghancurkan keseimbangan sosial. Karena berbagi yang tidak pernah berkurang adalah berbagi ilmu. Yuk, sebarluaskan juga dan jadi agen kesehatan seksual yang akan mengubah Indonesia!