Tawaran untuk naik becak, membeli bakpia, ataupun naik dokarterus menerus terlontar dari para tukang becak dan kusir yang berbaris di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta. Nampak tak pernah bosan, mereka berulang kali menawarkan jasa kepada para wisatawan, meskipun berulang kali pula mendapat penolakan.

Saat penulis berjalan-jalan di Malioboro pada Sabtu (13/10/2018), sudah tak terhitung lagi berapa kali penulis berkata mboten (tidak) kepada para tukang becak. Jangankan di Malioboro, baru beberapa langkah keluar dari hotel saja, penulis sudah ditawari naik becak.

Bagi para tukang becak dan kusir, Malioboro seakan menjadi panggung untuk mendulang rezeki. Mereka saling berlomba memenangkan hati wisatawan untuk mengiyakan tawarannya. Sesekali mereka juga memberi tahu tempat wisata atau tempat membeli oleh-oleh yang recommended.

Malioboro, 'panggung' rezeki bagi beragam profesi

Sebagai kawasan wisata yang selalu dipenuhi lautan manusia, wajar jika banyak orang yang mencari rezeki di Malioboro. Jika tukang becak dan kusir mencari rezeki dengan menawarkan jasa, maka ada pula yang mencari rezeki dengan menawarkan barang, pakaian misalnya.

Di sepanjang Jalan Malioboro, berjejer toko-toko pakaian yang pegawainya tiada henti merayu wisatawan yang lewat agar mau mampir dan membeli. Para pedagang pakaian yang membuka lapak di pinggir jalan juga tak mau kalah bersaing. Kata-kata seperti Mari, mbak. Mau cari apa? Masuk aja. atau Mari, silakan kaosnya akan sering didengar wisatawan di sepanjang Jalan Malioboro.

Setali tiga uang dengan pedagang pakaian, penjaja makanan juga menjadikan Malioboro sebagai panggung untuk mendulang rezeki. Mulai dari warung lesehan, kaki lima, kafe, hingga restoran cepat saji; makanan ringan dan makanan berat; yang harganya terjangkau sampai yang harus merogoh kocek dalam, semua ada di Malioboro. Tinggal pilih mau makan apa dan di mana. Di pinggir jalan dengan AC alami alias angin atau di dalam restoran dengan AC yang sejuk.

Ada hal menarik ketika penulis berjalan-jalan di Malioboro. Saat itu, penulis melihat seorang perempuan tengah menawarkan minuman kepada dua orang pemuda. Menariknya, si perempuan 'mencerocos' panjang lebar kepada dua pemuda di hadapannya agar mau membeli barang dagangannya.

Walau nampaknya kedua pemuda itu enggan membeli, si perempuan tetap tak berhenti berbicara. Ia bahkan sampai mengeluarkan kata-kata pacar dan jomblo. Entah apa maksudnya. Toh, pada akhirnya kedua pemuda itu luluh juga.

Panggung seniman.

Kalau sudah puas berbelanja di Malioboro, jangan langsung beranjak. Cobalah untuk terus mengeksplorasi kawasan wisata tersebut sampai menemukan para seniman yang unjuk kebolehan.

Di sini, kamu bisa melihat pelukis yang tengah melukis wajah seseorang. Berbekal pensil kayu, tangan si pelukis nampak luwes menari-nari di atas kertas sembari melihat sosok orang yang dilukisnya. Tak ayal, ini menjadi tontonan yang menarik. Beberapa wisatawan mengerubungi si pelukis yang tengah mendulang rezeki lewat goresan tangannya.

Ada pelukis, ada pula penyanyi. Bukan sembarang penyanyi, mereka adalah kaum tunanetra yang tetap gigih berjuang mencari rezeki lewat suara mereka. Ada yang menyanyi pop, ada yang menyanyi dangdut. Lantunan suara mereka semakin meramaikan suasana di Malioboro.

Malioboro, 'panggung' rezeki bagi beragam profesi

Ketika penulis berjalan-jalan di Malioboro, Sabtu terdengar seseorang menyanyikan lagu Cinta Jangan Kau Pergi dari Sheila Majid. Penulis mengira itu adalah penyanyi yang mengisi acara di mal. Ternyata itu adalah suara seorang laki-laki tunanetra. Suaranya bagus. Sungguh. Tidak kalah dari penyanyi yang berseliweran di TV. Banyak wisatawan yang tertarik menontonnya. Dan ketika ia menyanyikan lagu Akad dari Payung Teduh, penonton pun heboh.

Selain penyanyi solo, ada juga grup musik. Beberapa grup musik biasanya mengetem di depan warung-warung lesehan. Sambil menikmati makanan, kamu sekaligus dapat menikmati hiburan dari lagu-lagu yang mereka bawakan.

Malioboro menjadi tempat bagi para seniman pelukis, penyanyi, dan grup musik untuk mengekspresikan diri. Di Malioboro, mereka dapat menunjukkan karya mereka ke khalayak. Di Malioboro, karya mereka diapresiasi. Di Malioboro pula, mereka memperoleh rezeki.

Malioboro, 'panggung' rezeki bagi beragam profesi

Tak dapat dipungkiri, Malioboro memang bukan sekadar kawasan wisata. Banyak orang yang menggantungkan hidup mereka di sini. Tukang becak, kusir, pedagang pakaian dan makanan, pelukis, penyanyi, grup musik, semua berlomba mencari rezeki di Malioboro. Malioboro adalah panggung. Panggung untuk berkarya. Panggung untuk bekerja. Panggung untuk mendulang rezeki.