Dahulu, masyarakat memiliki stereotipbahwa kaum wanita memiliki peran yang berbeda dengan kaum pria. Stereotip tersebut mendorong pria dan wanita untuk menjalankan peran serta perilaku mereka berdasarkan tradisi, agama, dan kepercayaan lainnya yang terbentuk dari norma gender yang sudah ditentukan dalam masyarakat. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, peran kaum wanita juga mulai mengalami perubahan. Sebelumnya, wanita hanya berperan dalam ranah rumah tangga dan hanya pria yang bekerja untuk mencari nafkah, tetapi pada saat ini banyak kaum wanita yang juga berperan sebagai wanita karier.

Di dalam dunia kerja berbagai hal dapat terjadi, salah satunya adalah diskriminasi gender khususnya pada wanita. Di dalam dunia kerja, jenis kelamin kerap menjadi isu di tempat kerja, dengan wanita masih yang sering dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Alasan terbentuknya kesenjangan antara pria dan wanita tersebut muncul dari gagasan kuno yang mengatakan bahwa pengusaha memandang perempuan kurang memiliki pengaruh (Dessler, 2013).

Biasanya, diskriminasi yang yang terjadi pada wanita di tempat kerja di antaranya adalah aturan berpakaian, pemberian waktu cuti hamil yang singkat, pelecehan seksual, dan kesenjangan honor. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menjelaskan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dalam sektor pekerjaan masih terus terjadi dalam 20 tahun terakhir, data nasional memaparkan mengenai diskriminasi perempuan di dunia kerja yang masih terjadi sehingga memunculkan ketidaksetaraan (Silaen, 2016).

Diskriminasi yang sering terjadi terhadap perempuan dalam sektor pekerjaan disebut fenomena glass ceiling. Glass ceiling adalah secara tidak langsung terhambatnya karier perempuan atau kelompok minoritas di dunia kerja (Josephine & Moningka, 2017). Misalnya, banyak lowongan pekerjaan yang kriterianya perempuan belum menikah. Padahal belum tentu perempuan yang sudah menikah kemampuannya tidak setara dengan perempuan yang belum menikah.

Fenomena glass ceiling terjadi bukan karena kemampuan perempuan tidak setara dengan laki-laki, biasanya terjadi karena peraturan-peraturan yang tidak mendukung perempuan bekerja secara maksimal (Hafiz et al., 2018). Selain itu, salah satu diskriminasi yang cukup sering terjadi pada perempuan dalam dunia kerja berupa pemberian upah. Di mana banyak sekali perusahaan yang memberikan upah dengan jumlah lebih tinggi pada pria daripada perempuan, walaupun mereka berada pada posisi jabatan yang setara. Hal ini dikarenakan perusahaan menganggap bahwasanya pria memiliki kemampuan yang lebih luas dibandingkan dengan perempuan.

Fenomena tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tijdens dan Klaveren pada tahun 2012 yang menemukan bahwa terdapat kesenjangan penghasilan antara pria dan wanita di Indonesia dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebesar 13,7 persen penghasilan pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Lebih rendahnya penghasilan yang didapatkan oleh wanita dibandingkan dengan pria di Indonesia tidak terlepas dari adanya budaya patriarki yang sering kali tidak menguntungkan bagi wanita. Peran pria telah ditentukan sebagai pencari nafkah dan wanita sebagai ibu rumah tangga membuat kontribusi wanita di lingkungan kerja tidaklah sebesar partisipasi pria dan kalaupun bekerja wanita sering mendapatkan kompensasi yang lebih murah dibandingkan pria (Mardiana, 2015).

Pernyataan di atas berbeda dengan teori yang diungkapkan Puspitawati pada tahun 2012. Puspitawati (2012), mengungkapkan bahwa kesetaraan gender antara pria dan wanita merupakan kesempatan untuk memiliki status yang setara terkait pemenuhan hak asasi dan potensi dalam segala bidang. Puspitawati mengungkapkan terdapat dampak positif dari perusahaan yang menyalurkan kesempatan pada karyawan wanita untuk mencapai atau mendapatkan jabatan tinggi yaitu meningkatnya prospek pasar tenaga kerja wanita yang bekerja di bawah mereka atau bahkan yang belum mendapatkan pekerjaan. (Wahyudin, 2018).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fenomena diskriminasi gender terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan dikarenakan perusahaan menganggap bahwasanya pria memiliki kompetensi yang lebih luas dibandingkan wanita merupakan suatu keputusan yang salah. Hal ini dikarenakan wanita dan pria memiliki kesetaraan yang sama baik dalam kesempatan kerja dan juga pemberian upah. Selain itu, terdapat dampak positif yang dapat terjadi jika perusahaan mampu bersikap adil terhadap karyawan wanita. Dari dampak positif tersebut, perusahaan harus bisa membuat keputusan yang adil terkait pemberian upah baik pada karyawan pria maupun karyawan wanita.