Apakah kalian sering mendengar kata "baper"? Penulis yakin kalian pasti pernah mendengarnya atau bahkan pernah menggunakannya. Sebuah kata yang sering diidentikkan dengan wanita yang ikut terbawa suasana kala menonton drakor atau membaca novel (atau dalam kondisi lain). Baper sebenarnya adalah akronim dari kata "bawa perasaan", dalam istilah bakunya disebut empati. Dalam penggunaannya, kata baper lebih merujuk ke sebuah peluapan keadaan emosional berlebihan yang timbul dari berempatinya seseorang, yang menurut banyak orang kondisi ini sering terjadi di kalangan perempuan.

Kenapa perempuan lebih 'berperasaan'? Begini penjelasan ilmiahnya

Lalu, kenapa perempuan lebih mudah baper?

Sebenarnya tidak semua perempuan baperan. Bila merujuk pada pengertian baper di atas, terkadang ada perempuan yang mengekspresikan rasa empatinya secara berlebihan, ada juga yang tidak.

Namun, bila ingin mengetahui penjelasan kemampuan berempati perempuan ini, kita harus mengetahui proses pembentukan otak perempuan pada fase perkembangannya. Dalam perkembangannya, bayi perempuan dapat memahami emosi dengan lebih mudah. Si bayi bereaksi lebih cepat terhadap perilaku yang menenangkan dengan berhenti rewel dan menangis. Pengamatan yang dilakukan dalam suatu penelitian di Harvard Medical School menemukan bahwa kalau dibandingkan dengan bayi laki-laki, bayi perempuan melakukan hal ini dengan lebih baik.

Penelitian lain memperlihatkan bahwa bayi perempuan yang baru berusia kurang dari 24 jam bereaksi lebih banyak terhadap tangisan bayi lain dan terhadap wajah manusia daripada bayi laki-laki yang baru lahir. Anak perempuan usia satu tahun pun lebih tanggap terhadap penderitaan orang lain, khususnya orang-orang yang kelihatan sedih atau terluka.

Pada usia sekitar 18 bulan, bayi perempuan berada pada fase hormon yang disebut pubertas infantil, yaitu suatu periode yang berlangsung hanya sembilan bulan untuk anak laki-laki, tetapi 24 bulan lamanya untuk anak perempuan. Dalam periode ini, indung telur mulai menghasilkan estrogen dalam jumlah besar-sebanding dengan kadar pada perempuan dewasa-yang merendam otak gadis kecil itu. Para ilmuwan percaya bahwa gelombang estrogen infantil ini diperlukan untuk mendorong perkembangan indung telur serta otak untuk kegunaan reproduktif.

Tetapi, estrogen berjumlah besar ini juga memengaruhi sirkuit-sirkuit otak yang sedang dibangun dengan pesat. Estrogen ini mendorong pertumbuhan dan perkembangan neuron sehingga semakin memperluas area otak perempuan dan pusat observasi, komunikasi, perawatan, dan pengasuhan. Hormon ini menyiapkan sirkuit-sirkuit otak perempuan bawaan sehingga gadis kecil ini dapat menguasai keterampilannya dalam nuansa sosial serta menyempurnakan fertilitasnya. Itulah sebabnya dia bisa begitu mahir secara emosional meski masih memakai popok.

Berangkat dari proses perkembangan inilah, perempuan dewasa lebih mudah berempati atau menempatkan dirinya seolah-oleh dialah yang sedang mengalami kejadian tersebut daripada laki-laki, yang peluapan kondisi emosional itu nantinya menentukan apakah ia pantas disebut baper atau tidaknya.

Setelah memahami karakter perempuan ini, penulis berharap para pembaca bisa lebih bijak dalam bersikap di hadapan orang lain, entah kepada adik, teman, pacar, saudara atau ibu, misalnya saat hendak menyampaikan kabar buruk, cara penyampaianya menggunakan cara yang halus, tidak secara tiba-tiba sehingga mereka tetap tenang, tidak shock, dan dapat menerimanya dengan lapang dada.