Mari setuju pada satu hal: sebuah film yang banyak dihujat di berbagai medium dan media seharusnya merupakan film jelek buat mayoritas penonton kan?

Walaupun mungkin memang benar dan sulit untuk dibantah, nyatanya ada banyak film yang melawan logika seperti itu. Film yang dicela di media atau internet bukan berarti film itu memang (a) benar-benar jelek, atau (b) tidak laku di pasaran.

Dalam kasus dua film franchise 'Resident Evil' dan 'Transformers', keduanya mengalami nasib yang kurang lebih sama jika dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.

Franchise film Resident Evil adalah produk turunan dari video game genre Survival Horror populer buatan perusahaan game Jepang Capcom sejak tahun 2002. Film-film Resident Evil ini di produksi oleh studio film berbasis di Jerman 'Constantin Film' (yang juga bakal memproduksi film dari game Capcom populer lain 'Monster Hunter') dengan sutradara/produser/penulis serta bintang utama yang konstan; yaitu suami istri Paul W.S Anderson serta Milla Jovovich. Karakter utama film-film Resident Evil, Alice (tidak ada di dalam satupun game Resident Evil), bertualang di dunia penuh zombie yang disebabkan virus ciptaan Umbrella Corporation (ada di hampir setiap game Resident Evil).

Franchise film Resident Evil & Transformers, selalu laku walau dihujat

Sementara franchise film Transformers merupakan adaptasi live action dari serial animasi/kartun populer era 80an Transformers mulai tahun 2007. Kartun Transformers merupakan satu dari segelintir animasi era 80an yang sanggup bertahan di tengah gempuran animasi-animasi lain di era modern. Orang-orang masih membicarakan soal animasi Transformers era jaman dulu di masa kini. Karena itulah saat film perdana Transformers buatan Michael Bay dirilis, ekspektasi dan harapan fans animasi klasik Transformers tergolong tinggi.

Franchise film Resident Evil & Transformers, selalu laku walau dihujat

Kedua franchise ini mengalami kondisi paradoks yang serupa. Yaitu minimnya apresiasi di bagian kritik.

Baik Resident Evil maupun Transformers menjadi film yang sejak kemunculan film perdana hingga film terakhir (atau terbaru) selalu jadi bulan-bulanan kritikus serta fans garis keras dari source material.

Resident Evil dengan enam film sejak tahun 2002 dan Transformers dengan lima film sejak 2007 nyaris tidak pernah mendapatkan apresiasi tinggi dalam hal review bagus maupun pujian positif dalam sinematografi mereka.

Film-film Resident Evil dikatakan sama sekali berbeda dan tidak sesuai dengan versi video game walaupun karakter-karakter dari video game Resident Evil ada muncul sebagai/di peran pendukung karakter utama, Alice.

Sementara film-film Transformers dituding hanya menjual adegan baku ledakan over-the-top (yang kalau mau jujur sih memang jadi ciri khas film-filmnya Michael Bay) tanpa spirit seperti animasinya. Bahkan ada keluhan kalau SFX / sound effect transform dari Autobots/Decepticons di film tidak seperti di animasi.

Franchise film Resident Evil & Transformers, selalu laku walau dihujat Tapi semua kritik maupun keluhan ketidakpuasan atas film-film Resident Evil maupun Transformers tidak menghentikan orang (termasuk fans dari 'source material') menghabiskan uang mereka untuk membeli tiket dan menonton film-film itu di bioskop.

Reviews boleh jelek dan tidak menguntungkan reputasi, tapi penjualan tiket tetap saja tinggi.

Hal ini jadi sebuah kondisi yang mengherankan jika dilihat dari konsep kebiasaan. Biasanya, film jelek otomatis akan meraih sedikit pendapatan karena jumlah penonton yang sedikit. Konsep ini tidak berlaku di franchise film Resident Evil dan Transformers.

Sepanjang franchise ini berjalan, penghasilan mereka termasuk sangat-sangat baik sekali. Sampai saat ini, seluruh film-film Resident Evil sudah menghasilkan laba tak kurang dari USD 1.233 Milyar dari total modal hanya USD 290 Juta. Sementara film-film Transformers tak kalah dahsyat; menghasilkan uang lebih dari USD 4.38 Milyar dengan modal sekitar USD 972 Juta.

Dengan uang yang dihasilkan sebanyak itu tak heran pihak studio dan kreator film terkesan tidak peduli dengan reviews buruk yang mereka dapat dan fokus pada laba yang bisa dihasilkan dari film-film buruk ini.

Dan fans dapat pula dijadikan bagian yang bersalah atas kondisi tersebut. Karena uang mereka-lah yang digunakan untuk memproduksi film-film ini.

Memang mengharapkan kualitas dramatis Oscar-worthy di film-film pop corn seperti itu jelas absurd. Tapi film action tidak harus berupa film mindless yang hanya murni mengandalkan aksi dan special effects. Film aksi bisa memiliki sedikit hal-hal dramatis yang bisa mendongkrak value/nilai dari film itu sendiri. Seperti yang terlihat misalnya di film trilogi The Dark Knight-nya Christopher Nolan.

Hal itu yang (masih) kurang dari franchise Resident Evil serta Transformers. Walau pada kenyataannya hal tersebut tidak mengurangi minat penonton untuk menghabiskan uang mereka membeli tiket dan menonton film-film itu dengan sekantong pop corn, segelas soda dan omelan ketidakpuasan selepas filmnya selesai diputar.