Keraton Kasepuhan Cirebon punya tradisi unik dan menarik, yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Tradisi yang selalu mengundang antusiasme warga tersebut bernama "Tradisi Dlugdag".

Tradisi yang jadi ciri khas Kota Cirebon ini, hanya bisa ditemukan menjelang hari-hari besar saja. Tradisi ini boleh dikatakan merupakan warisan turun temurun, karena sudah dilakukan oleh Keraton Kasepuhan Cirebon sejak ratusan tahun lalu.

Ciri khas dari tradisi yang satu ini adalah penabuhan bedug yang dinamakan "Bedug Samogiri", selepas Sholat Fardhu. Letak bedug tersebut adalah di dekat Mesjid Keraton.

Dilansir dari okezone.com, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, mengatakan bahwa Penabuhan Bedug Samogiri dilakukan setelah sholat lima waktu, ditabuhnya bedug ini juga merupakan pertanda datangnya Bulan Ramadan. Selain itu, bedug ini juga berfungsi untuk membangunkan sahur.

Dlugdag, tradisi menyambut Ramadan khas Keraton Kasepuhan Cirebon

Foto: jawapos.com

Uniknya adalah, meskipun Bedug Samogiri lebih banyak difungsikan untuk keperluan masyarakat muslim, sejatinya bedug ini ternyata sudah ada sejak sebelum masuknya Islam di Indonesia. Bedug Samogiri dan tradisi menabuh bedug adalah peninggalan Sunan Gunung yang dilakukan sampai sekarang.

Bedug ini pada jaman dahulu kala, merupakan satu-satunya alat komunikasi dan penyampain informasi. Ketika masuk waktu sholat, ada kejadian-kejadian di desa, terbit dan terbenam matahari, maka bedug ini selalu ditabuh.

Tidak dipungkiri bahwa usia bedug ini tentunya sudah sangat tua, bahkan mencapai ratusan tahun. Oleh pihak Keraton, Bedug Samogiri selalu dirawat dan diperbaiki, apabila kondisinya rusak dan beberapa bagiannya rapuh.

Penabuhan bedug juga tidak sembarangan. Bedug harus ditabuh dengan diawali irama yang lambat, kemudian berangsur-angsur menjadi kencang. Makna dari cara menabuh seperti itu adalah, bahwa segala sesuatu harus dimulai dari awal dan perlahan-lahan, tidak boleh tergesa-gesa.