Film Avengers: Infinity War mungkin dapat dikatakan sebagai film Marvel tersukses dibandingkan dengan film superhero Marvel atau seri Avengers lainnya. Hal ini tidak terlepas dari kehadiran mega-villain Avengers yaitu Thanos. Mahluk luar angkasa yang bertubuh besar dan berwarna kulit ungu ini pastinya sangat ditunggu-tunggu oleh para penggemar Marvel.
Dibutuhkan hampir seluruh superhero Marvel untuk melumpuhkan Thanos. Perlawanan terhadap Thanos mungkin dapat terangkum oleh salah satu pahlawan Marvel yaitu Doctor Strange yang berkata "We're in the endgame now," karena sulitnya mengalahkan Thanos dan perangkat infinity stones-nya.
Lalu apa yang diinginkan Thanos setelah memiliki keenam infinity stones?
Sebenarnya keinginan Thanos hanya satu, ia tidak ingin menguasai dunia layaknya kebanyakan villain dalam film-film superhero, namun Thanos hanya ingin kehidupan yang seimbang, sebuah utopia dimana anak-anak lahir dengan perut kenyang dan tersenyum. Thanos digambarkan begitu naif dengan memiliki ide untuk menghilangkan setengah dari populasi dunia agar kehidupan menjadi seimbang mengingat sumber daya alam yang terbatas.
Thanos tidak memperjuangkan salah satu dari kaum borjuis maupun kaum proletar, namun dia memperjuangkan kehidupan alam semesta yang seimbang sehingga ia menghilangkan setengah manusia dari berbagai kalangan atau kelas untuk kehidupan tersebut.
Setelah menghilangkan setengah dari populasi dunia juga ia tidak jadi ingin berkuasa atas alam semesta, ia hanya ingin duduk melihat matahari terbenam dan menikmati usahanya yang berhasil. Itulah yang digambarkan dalam seri Avengers kali ini, Thanos dapat dikatakan sebagai penganut ekstrim ideologi Malthusianism.
Malthusianism adalah salah satu aliran teori kependudukan oleh Thomas Robert Malthus, yang beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk dan ketersediaan makanan/sumber daya alam tidaklah berjalan beriringan oleh sebab itu diperlukan adanya upaya kontrol pertumbuhan penduduk demi masa depan umat manusia. Itulah dasar pemikiran Thanos yang menyebabkan hampir seluruh pahlawan Marvel pontang-panting mencari solusi.
Hal ini membuat Thanos layak dijadikan supervillain, bukan hanya karena ia memiliki keenam infinity stones namun karena pemikirannya. Meskipun yang dilakukan Thanos tentu tidak manusiawi, namun secara logika tentu ada benarnya mengingat perubahan iklim, permasalahan lingkungan, gizi buruk, keterbatasan sumber daya alam yang sedang dunia hadapi sekarang berakar dari overpopulasi manusia.
Jadi, jika tujuan Thanos begitu mulia, mengapa ia digambarkan sebagai the bad guy?
Nah, Thanos sebenarnya tidak sepenuhnya digambarkan sebagai the bad guy karena film Infinity War ini juga tanpa disadari memancing rasa simpati penonton terhadap Thanos. Film berdurasi dua jam setengah ini menampilkan alasan-alasan mulia Thanos untuk menghilangkan setengah populasi dunia, bagaimana ia menginginkan utopia yang seimbang.
Selain itu, digambarkan pula bagaimana Thanos mengangkat Gamora sebagai anak perempuannya dan menjadikannya sebagai the most dangerous woman in the galaxy. Bahkan di beberapa adegan Thanos digambarkan menangis, mengingat masa lalu dengan penuh perasaan, dan tersenyum lega.
Pada akhirnya, Thanos memanglah tidak seburuk itu namun ia tetap adalah villain-nya, karena niat yang baik tanpa cara yang baik hanyalah malapetaka.