Bagi sebagian orang, kecanduan mengonsumsi alkohol bersifat sementara dan biasa dikaitkan dengan stres dan masalah lainnya. Kecanduan alkohol ini dapat membawa risiko merusak mereka, orang lain, maupun hubungan sosialnya. Alkohol merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam pembuatan minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan minuman keras. Kita tahu konsumsi minuman beralkohol memiliki dampak buruk kepada tubuh dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan menyebabkan alcohol use disorder. Alcohol use disorder merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan diri membatasi konsumsi alkohol (National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism, 2020).

Faktor yang memengaruhi alcohol use disorder antara lain fisiologis, psikologis, faktor sosial dan genetik yang memiliki peran dalam penyimpangan konsumsi alkohol (American Psychology Association, 2018). Penelitian yang dilakukan Maula dan Yuniastuti (2017) menyimpulkan bahwa kekurangan percaya diri, rasa ingin tahu, pelarian dalam masalah, pendidikan, keluarga, lingkungan dan pengetahuan meningkatkan risiko kecanduan seseorang terhadap alkohol. Namun, setiap individu memiliki alasan tersendiri untuk mengonsumsi alkohol sehingga memerlukan identifikasi lebih lanjut. Tes lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui apakah orang tersebut mengidap alcohol use disorder atau tidak. Secara umum tes yang dilakukan adalah Alcohol Use Disorder Identification Test (AUDIT) untuk membantu mendiagnosis seseorang menderita alcohol use disorder.

Sebenarnya, mengapa seseorang dapat mengalami alcohol use disorder?

Penjelasan secara neurologis, ketika seseorang mengonsumsi minuman beralkohol terdapat dua neurotransmiter yang memiliki peran dalam kecanduan alkohol. Neurotransmiter itu adalah gamma aminobutryic acid (GABA) dan glutamate. Ketika seseorang mengonsumsi alkohol, kadar GABA akan meningkat dan menekan glutamate. GABA merupakan tipe neurotransmiter inhibisi yang memiliki tugas menahan aktivitas neuron, sedangkan glutamate merupakan tipe neurotransmiter eksitasi yang memiliki tugas untuk mendorong neuron melakukan aksi. Oleh karena itu, pengurangan glutamate menyebabkan GABA memiliki efek dominan. Oleh sebab itu, alkohol disebut sebagai zat depresan (Matt dan Mike, 2019). Di samping itu, alkohol menghidupkan reseptor opioid yang berfungsi untuk melepaskan dopamin dan serotonin. Dopamin akan memberikan efek senang dan serotonin memiliki efek meningkatkan mood seseorang ketika mengonsumsi alkohol (The Recovery Village Drug and Alcohol Rehab, 2020). Alcohol use disorder memiliki hubungan dengan reward system atau sistem imbalan dalam bagian otak mesolimbic system yang memberikan rasa kepuasan (Wang dkk., 2020). Hal tersebutlah yang membuat seseorang akan terus mencari alkohol untuk menimbulkan rasa senang secara instan sehingga menimbulkan kecanduan.

Nah, kamu telah mengetahui alasan mengapa seseorang dapat kecanduan alkohol. Berikutnya, bagaimana dampak alcohol use disorder kepada otak dan perilaku kita?

Alcohol use disorder akan memengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung kepada otak. Efek yang dialami akibat mengonsumsi alkohol terus-menerus atau berlebihan adalah wernicke-korsakoff syndrome. Wernicke-korsakoff syndrome merupakan gabungan antara wernicke encephalotopy dan korsakoff syndrome.

Wernicke encephalotopy adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan vitamin B1. Kekurangan vitamin B1 menyebabkan kerusakan bagian otak seperti talamus dan hipotalamus. Kondisi ini memiliki tiga gejala inti, yaitu ataxia (gangguan koordinasi gerak), gangguan mata yang disebabkan kerusakan saraf dan struktur otak serta delirium atau mental confusion (Kondisi seseorang gagap dalam berpikir, kesulitan mempresepsikan keadaan sekitar dan mengingat sesuatu). Apabila wernicke encephlotapy tidak ditangani secara tanggap, kondisi ini akan berlanjut ke fase selanjutnya yaitu korsakoff syndrome.

Korsakoff syndrome adalah kondisi kekurangan vitamin B1 yang berkelanjutan sehingga menyebabkan kerusakan memori manusia. Seseorang akan kesusahan dalam menyimpan informasi yang telah diberikan. Suatu riset menjelaskan wernicke-korsakoff syndrome memberikan kerusakan pada bagian lobus frontal yang memiliki fungsi eksekutif dalam otak. Lobus frontal memliki hubungan dengan memori dan proses belajar. Ketika seseorang mengalami kerusakan pada lobus frontal akan mengakibatkan hilangnya kontrol diri untuk berhenti menggunakan alkohol dan kesulitan untuk membedakan kebaikan dan keburukan.

Selain itu, alkohol memengaruhi bagian otak amigdala yang mengatur proses emosional. Pada saat lobus frontal mengalami kerusakan mengakibatkan seseorang mudah terkena stres. Kondisi ini membuat seseorang mengalami perubahan mood secara cepat sehingga muncul kepanikan dan kecemasan. Seseorang yang memiliki alcohol use disorder cenderung tidak pernah merasa aman dalam kehidupan. Hal ini menyebabkan muncul permasalah mental seperti kecemasan sosial dan depresi. Apabila tidak segera berhenti akan menyebabkan seseorang menyakiti dirinya sendiri atau melakukan self-harm.

Selanjutnya, alcohol use disorder mengakibatkan penyusutan volume grey matter dalam otak. Sebuah penelitian yang dilakukan Spindler dkk (2021) menemukan penyusutan grey matter dalam otak mengakibatkan beberapa masalah dalam fungsi otak. Permasalahan yang disebabkan oleh penyusutan grey matter ini menyebabkan kerusakan fungsi kognitif, atensi, emosional dan persepsi. Itulah kerusakan yang disebabkan oleh alcohol use disorder dalam otak dan perilaku.

Dalam menangani kasus kecanduan alkohol, pilihan terbaik adalah mencari bantuan profesional, karena banyak orang dapat mengatur konsumsi alkohol mereka dengan lebih baik melalui perubahan perilaku. Tidak ada kata terlambat untuk mengubah hidup, seberapa susah itu kamu harus mencobanya.