Pada 15 Oktober 2021 lalu, seorang perempuan yang sedang berjalan pulang di daerah Sudirman, Jakarta Pusat dihadapkan oleh seorang laki-laki yang secara spontan memperlihatkan kemaluannya yang sontak membuat perempuan tersebut berlari ketakutan. RekamanCCTV yang didapatkan korban lalu diunggah ke media sosial dengan tujuan untuk mengingatkan masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati. Pengunggahan ke media sosial ini juga secara otomatis mendapatkan perhatian banyak orang.

Ternyata korban saat itu bertemu dengan seseorang yang menunjukkan perilaku ekshibisionisme. Istilah ini mungkin terdengar asing di telinga. Bukan, perilaku ekshibisionis ini bukan tentang sebuah pameran karya seni seseorang, tapi punya kaitan erat dengan tingkah laku "memperlihatkan" atau "memamerkan".

Ekshibisionisme merupakan salah satu bentuk penyimpangan dalam preferensi seksual atau parafilia. Ekshibisionisme biasanya dilakukan dengan memamerkan organ seksual kepada orang asing. Seorang ekshibisionis dapat melakukan masturbasi atau berfantasi seksual ketika sedang memperlihatkan organ seksualnya, tetapi mereka tidak akan melakukan percobaan aktivitas seksual dalam bentuk apa pun secara langsung dengan korbannya. Dalam beberapa kasus, aksi ekshibisionis seperti ini dianggap remeh, padahal perilaku ini sangat serius dan dapat memberikan trauma yang sangat mendalam bagi korban.

Perilaku ekshibisionisme ini marak terjadi di moda transportasi publik seperti kereta api dan bus (Ellis, A & Abarbanel, A. 1961). Namun seperti dalam kasus kali ini, teror aksi ekshibisionisme juga bisa terjadi di tempat-tempat sepi seperti di pinggir jalan, ataupun gang-gang perumahan. Aksi ini juga banyak terjadi di media sosial, seperti pelaku mengirimkan foto kelaminnya kepada orang-orang secara acak dan membabi buta dengan kata-kata yang tidak senonoh.

Faktor-faktor dapat terjadinya penyimpangan ekshibisionis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5), adalah gangguan kepribadian antisosial (ASP), penyalahgunaan alkohol, dan ketertarikan yang signifikan terhadap pedofilia. Beberapa faktor tambahan yang berhubungan dengan penyimpangan ini juga bisa terjadi karena adanya kekerasan baik verbal maupun seksual, dan juga pikiran seksual yang muncul semasa kecil.

Lalu bagaimana agar kita, serta orang-orang terdekat kita bisa terhindar dari aksi ekshibisionisme ini? Sebenarnya tidak ada cara pasti untuk menghindar dari seorang ekshibisionis karena mereka melancarkan aksinya kepada siapa saja. Masyarakat juga belum teredukasi tentang aksi ekshibisionisme ini, sehingga sering terjadi viktimisasi dan masyarakat menyalahkan para korban, karena menurut penelitian korban aksi ekshibisionisme ini adalah perempuan muda.

Merekam kejadian merupakan langkah yang paling tepat jika kita dihadapkan terhadap orang yang sedang melancarkan aksi ekshibisionisme ini, lalu bersikap tidak acuh dan mengolok-olok pelaku juga bisa menjadi salah satu cara agar pelaku ekshibisionis merasa malu dan merasa bahwa orang-orang tidak terpengaruh oleh tindakannya. Sosialisasi serta edukasi terhadap anak-anak usia sekolah dan kepada masyarakat umum tentang perilaku seksual menyimpang dan tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang tabu untuk didiskusikan juga menjadi hal yang penting untuk digarisbawahi, agar ke depannya kejadian seperti ini dapat dihindari.