Tim Nasional Indonesia U-22 baru saja berhasil mencetak sejarah dengan menjuarai Piala AFF U-22 2019. Sebuah torehan yang sangat gemilang di tengah carut marutnya federasi sepak bola nasional. Timnas U-22 seperti membawa angin segar dan kabar bahwa sepak bola di negeri ini bukan tanpa harapan. Meski baru sampai level U-22, prestasi ini mampu membangkitkan euphoria sepak bola nasional yang sempat kehilangan gairahnya pasca terungkapnya kasus mafia pengaturan skor di tubuh federasi.

Timnas Indonesia menjadi juara setelah mengalahkan Thailand dengan skor 2-1 di Stadion Olimpiade, Phnom Phen, Kambodja pada Selasa (26/2) 2019. Indonesia dan Thailand sama-sama bermain ngotot. Thailand unggul lebih dulu di menit 56 lewat Kapten Tim Saringkan, namun 2 menit berselang Indonesia membalas lewat gol Sani Rizky Fauzi. Dewi Fortuna berpihak pada Indonesia kali ini, di menit 64 tandukan Osvaldo Haay menyambut umpan dari Lutfi Kamal tak mampu dihalau oleh Kiper Thailand, skor menjadi 2-1. Indonesia pun menjadi Juara AFF U-22.

Di balik kesuksesan Timnas U-22 menjadi juara, ternyata ada beberapa nilai perjuangan yang patut kita jadikan perjuangan dan terapkan baik dalam kehidupan. Berikut penjelasannya.

1. From Zero to Hero.

Kisah pertama datang dari coach Indra Sjafrie,ia diketahui bukanlah pelatih yang punya nama tenar saat melatih. Semua berawal dari penunjukkannya menjadi Pelatih Timnas U-17 tahun 2011. Ia mampu membawa Timnas U-17 menjuarai piala pelajar di Hongkong. Di tahun 2012, U-18 pun mampu ia bawa juara untuk turnamen serupa. Namanya pun mulai kita kenal setelah di tahun 2013 berhasil membawa Indonesia menjadi Juara Piala AFF U-19 sekaligus membawa Timnas lolos dan tampil di piala Asia U-19 2020.

Tentu kisah Indra Sjafri bisa menjadi inspirasi buat kita.Ia yang awalnya zero, dengan perjuangan keras sekarang berhasil memberikan 2 trophy AFF untuk ibu pertiwi.

2. Pantang menyerah.

Sifat pantang menyerah ditunjukkan skuad garu sepanjang pertandingan. Di saat Indonesia tertinggal, mental pemain Indonesia tidak jatuh, justru semakin membara. Gol Sani Rziky walau berbau keberuntungan tetapi lahir dari kerja kerasnya. Di menit ke-90, Kapten tim Bagas Adi Nugroho mendapatkan kartu merah, Indonesia pun bermain dengan 10 pemain. Kendati kalah jumlah, Indonesia tetap tampil ngotot dan kokoh bertahan. Indonesia tidak gentar berduel dengan pemain-pemain Thailand.

Bagi beberapa pemain eks Timnas U-19 seperti Asnawi, M. Riyandi, Rahmat Irianto,Witan, Lutfi, prestasi ini merupakan hasil kerja keras pantang menyerah. Mereka gagal di AFF U-18 2017, AFF U-19 2018, AFC U-19 2018, gagal lolos Piala Dunia U-20. Tetapi berkat sifat pantang menyerah mereka akhirnya mampu membayar lunas semua kegagalannya.

Terkhusus untuk Asnawi, dia pemain yang paling sering merasakan kegagalan. Dia memperkuat Timnas Indonesia sejak tahun 2013. Saat itu ia membela Timnas Indonesia U-16 di AFF U-16 pada 2013. Di final, Timnas Indonesia kalah drama adu pinalti melawan Malaysia. Selanjutnya dia merasakan kegagalan di AFFU-18 2017, AFF U-19 2018, AFC U-19 2018, gagal lolos Piala Dunia U-20, hingga Sea Games dan Asian Games. Di level klub, dua tahun berturut-turut PSM Makassar gagal juara. Tahun 2017 puas di posisi 3, dan runner up di tahun 2018. Sebanyak itulah kegagalan yang di rasakan Asnawi hingga berhasil menjadi juara. Masak kita dengan begitu mudahnya menyerah?

3. Sabar dan semangat menghadapi rintangan.

Bagi pencinta sepak bola Tanah Air, pastinya kita telah melihat kegagalan demi kegagalan dilewati oleh Timnas kita. Mulai dari yang paling lama, gagal di AFF U-16 tahun 2013, gagal lolos fase grup AFC Cup U-19 tahun 2014, gagal ke final AFF U-18 tahun 2017, gagal di Sea Games 2017, gagal di Asian Games 2018, gagal juara di AFF U-19 tahun 2018, gagal lolos ke Piala Dunia U-20, setidaknya itu lah kegagalan demi kegagalan. Coach Indra Sjafri pun sempat dipecat oleh Federasi karena dianggap gagal. Gairah sepak bola nasional pun sempat turun, ditambah dengan adanya isu match fixing.

Namun semua cerita kelam itu telah dilewati Timnas Indonesia dengan semangat. Timnas Indonesia pun sekarang mampu membawa Trophy AFF dari Kamboja.

4. Bangkit dari keterpurukan.

Di AFF U-18 tahun 2017, M. Riyandi mendapatkan cedera di pertandingan fase grup menghadapi Vietnam. Cedera parah itu membuat dia tidak bisa memperkuat Timnas selama 7 bulan. Dia menyudahi turnamen lebih dulu dan tidak memperkuat Timnas Indonesia dalam Kualifikasi AFC U-19. Namun, setelah sembuh, Riyandi bukan nya patah semangat, dia justru bangkit dan menjadi pilihan utama di bawah mistar gawang Timnas U-19, Riyandi menjadi pilihan utama di AFF U-19 2018 dan AFC U-19 di tahun yang sama. Ia pun kembali dipanggil Indra Sjafri untuk slot Kiper Timnas U-22.

Cedera parah juga sempat dirasakan Kapten Timnas U-19, Rahmat Irianto. Anak dari legenda Persebaya, Bejo Sugiantoro ini sempat mendapatkan cedera parah saat menghadapi Barito Putera pada pecan ke 3 Gojek Liga 1 di Stadion Gelora Bung Tomo. Cedera itu membuat dia absen dari lapangan sepak bola dan gagal memperkuat Timnas di AFF U-19 dan kehilangan ban kapten.

Namun cedera itu tidak membuat Rahmat Irianto kehilangan semangat. Setelah sembuh dari cedera, dia kembali berjuang membela Timnas Merah Putih. Di AFF U-22 kali ini, ban kapten dipegang oleh Andi Setyo dan Bagas Adi, namun di pertandingan final, berkat mentalitasnya, ia kembali dipercaya Indra Sjafri untuk mengemban ban kapten di Timnas Indonesia menyusul dikartu merahnya Bagas Adi di menit akhir. Ia pun mengangkat Trophy AFF yang sempat tertunda.