Keadaan masyarakat Indonesia mengenai peredaran narkoba semakin memprihatinkan. Pengguna narkoba di Indonesia semakin meluas sampai ke segala lapisan masyarakat termasuk di kalangan anak usia remaja, sehingga apabila tidak segera diatasi maka dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan generasi yang akan datang, di mana generasi muda merupakan penerus bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan yang perlu dilindungi.

Peredaran narkoba di kalangan remaja semakin parah. Sekitar 4,7 persen pengguna narkoba adalah pelajar dan mahasiswa. Berdasarkan survei Badan Narkotika Nasional (BNN), penggunaan narkoba tercatat sebanyak 921.695 orang adalah pelajar dan mahasiswa. Usia sasaran narkoba ini adalah usia remaja sampai dewasa, yaitu berkisar usia 11 sampai 24 tahun. Dari rentang usia tersebut, usia remaja merupakan usia yang sangat rentan terkena pengaruh narkoba. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2018 mencatat dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak 5,9 juta di antaranya menjadi pecandu narkoba. Mereka menjadi pecandu narkoba karena terpengaruh dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitarnya.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seorang anak menjadi seorang pengguna narkoba. Berdasarkan tiga komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu karakteristik biologis dan psikologis dariperson(P),the person's behavior(B), dan theenvironment(E). Tiga faktor ini saling bergantung, dan masing-masing faktor saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masing-masing faktor lainnya.

Beberapa faktor lingkungan yang memungkinkan anak mengkonsumsi narkoba, yaitu:

1. Keluarga bermasalah atau broken home.
2. Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan pengedar gelap narkoba.
3. Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
4. Sering berkunjung ke tempat hiburan (cafe, diskotek, karaoke).
5. Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
6. Lingkungan keluarga yang kurang atau tidak harmonis.
7. Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
8. Orang tua yang otoriter.
9. Orang tua atau keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang atau tanpa pengawasan.
10. Orang tua atau keluarga yang super sibuk mencari uang atau di luar rumah.
11. Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
12. Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat, kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan publik yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas.
13. Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan ketelantaran.

Faktor keluarga yang disebabkan karena tidak memiliki rasa percaya diri yang baik ataupun kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua dapat menimbulkan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Misalnya saja, orang tua yang terbilang sukses dalam berkarir tetapi kurang memberi perhatian kepada keluarga, adanya perselisihan di keluarga sehingga mengalami kehancuran (broken home). Faktor lingkungan pergaulan menurut teori Waddington, mengenai develop mental landscape, jika seorang anak di tempatkan pada suatu lingkungan tertentu, maka sulitlah bagi kalangan tersebut untuk mengubah pengaruhnya, terlebih lagi jika lingkungan itu sangat kuat mempengaruhi anak tersebut. Kelompok atau organisasi pengedar narkoba juga menjadi faktor penyebab, di mana mereka akan mencari target untuk mengedarkan narkoba, bahkan membujuk seseorang untuk menggunakan narkoba. Jika sudah kecanduan, maka mau tidak mau orang itu akan mengonsumsi narkoba:

- Adanya teman yang mengedarkan narkoba, ini sebenarnya masih terkait dengan faktor penyebab dari segi sosial. Untuk itu perlu berhati-hati dalam mencari teman, pastikan teman adalah orang yang benar-benar baik.
- Iming-iming, iming-iming akan banyaknya keuntungan uang yang didapat dengan mengedarkan narkoba bisa menjadikan seseorang gelap mata.
- Paksaan dan dijebak teman, ada juga kasus seseorang terlibat narkoba karena dijebak oleh temannya.

Apa yang individu pikirkan, percayai, dan rasakan akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut berperilaku. Seperti halnya di sebuah lingkungan di mana mayoritas anggotanya merupakan pengguna narkoba bisa saja mempengaruhi anak-anak untuk mempunyai perilaku mengonsumsi narkoba juga dikarenakan anak tersebut berada di dalamimposed environment, yang artinya seorang anak tidak dapat mengendalikan kehadirannya, namun dapat memiliki kontrol untuk bertindak atas bagaimana mereka menafsirkannya dan bereaksi terhadapnya atau dapat dikatakan lingkungan yang mendorong anak. Hal ini sangat membahayakan karena anak mampu memperhatian dan meniru tingkah laku dari orang yang ia amati atau dalam kata lain anak menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya untuk bertingkah laku yang dapat membuat anak terdorong untuk mengonsumsi narkoba yang memiliki risiko tinggi dan dapat menyebabkan masa depan mereka rusak.

Freisthler dkk. (2005) menjelaskan bahwa terdapat pendekatan alternatif untuk memahami hubungan antara akses narkoba dengan penggunaan narkoba secara ilegal yaitu mempertimbangkan masing-masing sebagian mencerminkan yang lain dalam dinamika sistem komunitas yang kompleks. Pendekatan yang paling naif yang bisa dilakukan seseorang untuk memahami hubungan ilegal akses narkoba terhadap penggunaan narkoba adalah mempertimbangkan penggunaan narkoba yang terkait langsung dengan akses.

Rhodes dkk. (2003) berpendapat bahwa faktor risiko biasanya didefinisikan sebagai 'atribut individu, karakteristik individu, kondisi situasional, atau konteks lingkungan yang meningkatkan kemungkinan penggunaan atau penyalahgunaan narkoba atau transisi dalam tingkat keterlibatan dengan pengguna narkoba'. Pemahaman tentang faktor risiko yang terkait dengan penggunaan narkoba dan konsekuensi buruknya akan tampak memiliki manfaat langsung untuk desain, penargetan dan implementasi pendidikan dan pencegahan narkoba. Jika faktor risiko yang terkait dengan penggunaan narkoba dapat diidentifikasi sehingga logika dalam pengambilan keputusan kebijakan rasional berjalan, maka risiko penggunaan narkoba yang terjadi bersama dengan segudang efek sampingnya dapat dikurangi dan mungkin dicegah jika intervensi yang tepat dilakukan.

Pepatah "pencegahan lebih baik daripada mengobati" menyembunyikan sejumlah dilema etika dan politik. Mungkin ini berlaku ketika ada kesepakatan bahwa bukti itu sedemikian rupa sehingga manfaat pencegahan lebih besar daripada obatnya pada tingkat individu, komunitas dan lingkungan politik dan ketika ada bukti konklusif dari risiko atau faktor penyebab yang terlibat, bagaimana mereka berinteraksi bersama, dan bagaimana mereka dapat dikurangi atau dicegah.

Penggunaan narkoba yang tidak sesuai dengan ketentuan disebut penyalahgunaan narkoba. Sangat memprihatinkan penyalahgunaan narkoba ini yang telah menimpa generasi muda, mulai dari anak SD sampai perguruan tinggi. Mereka yang terkena penyalahgunaan narkoba akan mengalami ketidakseimbangan emosi. Pola penyalahgunaan narkoba dimulai dengan bujukan, penawaran, ataupun tekanan dari seseorang atau kelompok. Dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba dan atau ingin merasakan maka anak mau menerima tawaran tersebut. Hal ini semakin lama membuat ketagihan dan sulit untuk menolak tawaran tersebut. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah perilaku manusia bukan semata-mata masalah zat atau narkoba itu sendiri. Maka dalam usaha pencegahan meluasnya pengaruh penyalahgunaan narkoba itu perlu pendekatan tingkah laku. Tentu saja hal ini perlu selektif, jangan sampai terjadi sebaliknya. Karena dorongan rasa ingin tahu justru terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Maka dikembangkanlah cara belajar hidup bertanggung jawab dan menangkal terjadinya kekerasan akibat penyalahgunaan narkoba.