Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana, yang mencapai satu juta orang, menjadi perhatian serius bagi Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer. Menurutnya, masalah ini tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan lulusan, tetapi juga terhambat oleh sistem regulasi yang tidak mendukung.
“Banyak narasi tentang satu juta pengangguran sarjana. Ketika kita telusuri, ada masalah di sektor tenaga kerja seperti farmasi dan kedokteran. Regulasi yang ada justru menghalangi mereka untuk bekerja. Misalnya, mereka harus meningkatkan pendidikan profesi,” ungkap Immanuel pada Selasa (29/7).
BACA JUGA :
BPS: Jumlah penggangguran 7,28 juta orang, naik 83 ribu jiwa hingga Februari 2025
Ia menambahkan bahwa banyak lulusan dari bidang farmasi dan kedokteran yang sebenarnya sudah siap untuk bekerja, namun terhambat karena belum menyelesaikan pendidikan profesi yang biayanya sering kali tidak terjangkau.
“Pendidikan profesi itu memerlukan biaya tambahan. Di sisi lain, orang tua dan keluarga mendesak agar mereka segera bekerja. Akhirnya, mereka tidak bisa bekerja karena tidak ada dana untuk melanjutkan pendidikan profesi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Immanuel juga mengungkapkan adanya indikasi praktik curang dalam dunia pendidikan profesi. Ia bahkan menyebut adanya 'mafia regulasi' yang sengaja menghambat kelulusan, meskipun peserta sudah mengikuti semua tahapan.
BACA JUGA :
Derita wanita 30-an terkena PHK: Pesimis pengangguran meningkat, belum lagi susah saing sama Gen Z
“Banyak yang sudah mengikuti pendidikan profesi, tetapi berkali-kali tidak diluluskan. Ini menunjukkan adanya mafia di sektor kesehatan dan regulasi,” tegasnya.
Immanuel menegaskan bahwa pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto tidak akan tinggal diam menghadapi fenomena ini. Ia berkomitmen untuk membongkar dan melawan mafia regulasi yang mempersempit peluang kerja, terutama di sektor profesional.
“Dengan adanya pemerintahan Pak Prabowo, kita akan melawan mafia-mafia ini. Saya dan menteri lainnya akan berjuang melawan praktik-praktik tidak sehat ini,” ujarnya dengan tegas.
Ia menambahkan bahwa langkah konkret sedang disiapkan untuk mengusut praktik-praktik yang merugikan di dunia pendidikan profesi dan ketenagakerjaan.
“Kita akan bongkar ini semua. Karena ini harus kita mitigasi. Ada regulasinya, jadi tidak mungkin dibiarkan,” lanjutnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, juga mengungkapkan bahwa dunia usaha sedang menghadapi tekanan berat. Berdasarkan survei terbaru Apindo, lebih dari 50% responden mengaku telah mengurangi jumlah tenaga kerja dan masih mempertimbangkan pemangkasan lebih lanjut.
“Dalam survei Apindo yang baru saja kami lakukan, lebih dari 50% responden menyatakan telah mengurangi tenaga kerja, dan masih akan terus melakukan hal ini,” kata Shinta dalam acara BPJS Ketenagakerjaan: Dewas Menyapa Indonesia, Senin (28/7).
Ia menjelaskan bahwa tekanan ini disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi dan ketidakpastian ekonomi baik di dalam negeri maupun secara global.