Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini menjelaskan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam bentuk tarif tinggi yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk ekspor utama kita. Produk seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang kini dikenakan tarif masuk yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual, Airlangga menegaskan bahwa tarif yang dikenakan pada produk-produk ini mencapai angka yang mencengangkan, berkisar antara 10% hingga 37%. Namun, dengan tambahan tarif sebesar 10% yang diberlakukan selama 90 hari, tarif efektif yang harus dibayar oleh eksportir Indonesia bisa melonjak hingga 47%. Ini jelas menjadi beban berat bagi para pelaku industri kita.
BACA JUGA :
Donald Trump terapkan tarif impor 32 persen untuk Indonesia, apa dampaknya untuk ekonomi?
“Sekarang, produk-produk ekspor utama kita seperti garmen dan tekstil mendapatkan tarif yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, baik dari ASEAN maupun negara Asia lainnya,” ungkapnya. Hal ini tentunya mengkhawatirkan, karena dapat mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar global.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia terus melakukan negosiasi dengan perwakilan Presiden Donald Trump. Airlangga berharap agar beban tarif yang diterapkan tidak lebih tinggi dari negara-negara industri pesaing. Ia juga menekankan pentingnya memperkuat kerja sama di bidang pendidikan, sains, dan ekonomi digital, serta memastikan keamanan ekonomi dan ketahanan rantai pasok.
Dalam perkembangan terbaru, Indonesia dan AS telah sepakat untuk menyelesaikan perundingan terkait tarif impor dalam waktu 60 hari. Kesepakatan ini mencakup kerangka kerja sama yang meliputi perdagangan, investasi, dan penguatan rantai pasok. Airlangga optimis bahwa dalam dua bulan ke depan, kesepakatan ini dapat dituangkan dalam format perjanjian resmi.
BACA JUGA :
Tak bisa sebutkan negara di ASEAN, Pete Hegseth, calon Menhan pilihan Donald Trump banjir kritikan
Namun, tantangan tetap ada. Kenaikan tarif ini berdampak langsung pada daya saing produk Indonesia di pasar AS. Biaya tambahan sering kali dibebankan kepada eksportir, bukan hanya kepada pembeli. “Ini menjadi perhatian serius bagi kita, karena dengan tambahan 10%, biaya ekspor kita semakin tinggi,” jelasnya.
Dengan semua dinamika ini, penting bagi kita untuk terus memantau perkembangan dan beradaptasi dengan perubahan yang ada. Mari kita dukung upaya pemerintah dalam negosiasi ini agar produk ekspor Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional.