1. Home
  2. ยป
  3. Creator
18 Oktober 2019 11:45

Penyebab rendahnya obesitas anak di kalangan usia sekolah Jepang

Salah satu penyakit khas negara maju yaitu tingkat obesitas tak wajar yang tinggi di kelompok usia muda. Namun hal tersebut tidak terjadi Jepang. Harry Rezqiano

Salah satu masalah yang menghantui negara maju untuk generasi mudanya adalah kecenderungan obesitas atau kegemukan yang terjadi mulai di level pelajar sekolah dasar.Bukan hal langka melihat kelompok usia ini memiliki berat badan tidak ideal. Pemicunya? Antara lain kebiasaan dan pola makan yang tidak sehat namun jadi bagian gaya hidup; seperti ngemil cemilan dengan nilai karbohidrat tinggi, minum minuman bersoda penuh gula serta banyak lagi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat yang dilakukan orang-orang di negara maju (seperti misalnya di Amerika Serikat) sejak usia belia. Sehingga melihat seseorang dengan badan gede banget yang untuk berjalan saja susah payah merupakan pemandangan harian negara-negara penganut kebiasaan pola makan sembarangan seperti itu.


(Sumber gambar: Business Insider)

Jepang, sebagai salah satu developed country alias negara maju, berhasil melakukan tindakan tepat dalam hal pemberian asupan nutrisi untuk kelompok usia anak-anak. Nutrisi tinggi terpenuhi namun dengan tingkat obesitas rendah saat dibandingkan dengan negara-negara maju lain.

Rahasianya? Mungkin karena metode makan siang bersama di sekolah-sekolah dasar dan menengah mereka.

(Sumber gambar: Mainichi.jp)

Berdasarkan laporan badan PBB urusan kesejahteraan anak atauUNICEF yang dirilis baru-baru ini, Jepang berada di posisi atas untuk indikator kesehatan usia anak-anak dunia dengan jumlah kematian bayi baru lahir dan berat badan di bawah standar (akibat kurang gizi) berada di level rendah.

Jepang juga berada di level rendah untuk kasus anak dengan obesitas/kegemukan di antara 41 negara maju Organisation of Economic Cooperation and Development atau OECD dan Uni Eropa atau "European Union".

Masyarakat yang peduli kesehatan dan kewajiban pemeriksaan kesehatan secara berkala di masa sekolah dasar hingga menengah juga merupakan faktor baik sistem kesehatan di sana. Tapi faktor kunci ada di program makan siang di sekolah yang berlaku secara nasional di Jepang. Dokter anak yang juga profesor Tokyo Kasei Gakuin University, Mitsuhiko Hara membenarkan hal itu.

Makan siang di sekolah dengan menu kreasi dari ahli gizi disediakan di seluruh sekolah dasar dan menengah yang ada di Jepang, terangnya. Makan siang ini bersifat wajib dan menjadi keharusan di sekolah. Para siswa dapat membawa bekal mereka sendiri tapi makan siang wajib dari sekolah tetap harus dikonsumsi saat jam istirahat. Walau biasanya tidak bersifat gratisan dari sekolah atau negara, namun makan siang seperti ini selalu disubsidi sehingga dapat terjangkau semua lapisan siswa dari kelompok ekonomi mana pun.

(Sumber gambar: CityLab)

Setiap menu didesain agar memiliki asupan kalori antara 600 hingga 700 kalori yang dihitung secara tepat oleh ahli gizi dan memiliki kandungan seimbang antara karbohidrat, daging/ikan serta sayuran segar. Contoh mengaplikasikan menu seperti ini adalah nasi dengan ikan bakar/panggang dan bayam/tauge segar yang dipadu dengan sup miso daging, susu segar, serta buah plum kering.

Perhatikan! Susu selalu ada dalam menu (Sumber gambar: Domo Daruma)

Makan siang di sekolah Jepang dirancang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak yang mungkin tidak terpenuhi di rumah mereka, papar pejabat Kementerian Pendidikan Jepang Mayumi Ueda. Saya pikir hal itu memberikan kontribusi baik untuk keseimbangan nutrisi yang anak-anak Jepang butuhkan, tambahnya.

Pernah lihat anime di mana anak sekolah makan di ruang kelas? Itu benar-benar merupakan gambaran asli kondisi makan siang di sana. Siswa juga tidak dapat memilih menu sesuai selera atau bahkan berdasarkan aspek religius mereka. Hal ini terkesan memaksa siswa agar sama rata dalam hal asupan nutrisi sehingga mungkin perlu modifikasi jika diterapkan di negara dengan nilai religius berbeda dari Jepang.

(Sumber gambar: YouTube)

Kebiasaan memberikan asupan seperti ini aslinya sudah berlangsung lama. Bahkan sejak tahun 1889 anak-anak sekolah wilayah miskin bagian utara prefektur Yamagata mendapatkan nasi kepal dan ikan bakar untuk menjaga kesehatan dan asupan nutrisi mereka. Hal itu terus berlangsung ratusan tahun kemudian; terutama pasca kekalahan mereka di Perang Dunia II di mana jutaan anak malnutrisi bergelimpangan di seantero Jepang yang babak belur kondisi sosial ekonominya. Rasanya iri melihat mereka yang segera bangkit dari keterpurukan dan bersatu sebagai bangsa sehingga tidak butuh waktu sampai seratus tahun untuk meraih predikat 'developed country' atau negara maju.

Hasil dari usaha-usaha menjaga nutrisi anak sejak usia dini dari pemerintah Jepang terus terjaga secara positif. Statistik menunjukkan hal itu; Jepang termasuk negara dengan tingkat kematian ibu dan bayi paling rendah, dan anak usia antara 5 hingga 19 tahun yang terindikasi menderita obesitas/kegemukan hanya sebesar 14,42% dari total populasi. Bandingkan dengan Amerika Serikat di angka 41,86% atau Italia 36,87% dan Prancis 30,09%. Jepang masih tergolong sangat rendah untuk ukuran negara maju dalam urusan obesitas di usia muda.

(Sumber gambar: Tree Hugger)

Jadi, apa tidak ada anak penderita obesitas di Jepang? Ya tentu saja ada lah. Tidak ada negara maju yang 100% bebas dari kondisi itu. Semua dipicu kemudahan di negara maju; termasuk soal ketersediaan makanan dan minuman tidak sehat seperti snack dan soda.

Program nasional pemberian nutrisi untuk kelompok usia sekolah seperti Jepang seharusnya juga bisa diadopsi Republik Indonesia. Apalagi saya ingat kalau saat di sekolah dasar dulu saya juga mendapatkan asupan gizi dari sekolah berupa secangkir susu saat jam istirahat. Tapi program baik yang potensial mencerdaskan anak bangsa seperti ini kayaknya terlalu mahal untuk kantong pemerintah negara Republik Indonesia.

(brl/red)

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
MOST POPULAR
Today Tags