1. Home
  2. ยป
  3. Creator
5 Agustus 2018 14:39

Pentingkah basa-basi dalam hidup kita?

Basa-basi dalam taraf wajar menunjukkan kesopanan, tapi bila kebablasan malah terkesan lebay. Deddy Kristian Aritonang

Suatu hari saya hendak menyerahkan dokumen penting ke kantor administrasi sekolah tempat saya mengajar. Saya berikan dokumen itu ke seorang pegawai. Di sebelah pegawai itu duduk wakil kepala sekolah bagian kurikulum. Beliau saat itu sedang makan siang. Melihat saya datang dia berkata pada saya, Mari makan pak. Lalu saya spontan menjawab, Terima kasih, pak.

Sepintas tidak ada yang aneh dalam percakapan singkat antara saya dan wakil kepala sekolah (wakasek) saya itu. Dan fenomena seperti itu kerap ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, jika ditelaah lebih jauh ada beberapa keanehan yang bisa kita temukan. Pertama, tawaran makan itu bukanlah tawaran yang sesungguhnya. Karena rasanya kurang etis dan agak canggung situasinya apabila saya menerima tawaran itu dan ikut makan sepiring dengan beliau. Kedua, tentu tidaklah sopan menawarkan makanan sisa kepada orang lain. Ucapan terima kasih yang saya haturkan juga bukan ucapan terima kasih yang ideal karena saya tidak mendapatkan makanan yang sedang ditawarkan saat itu. Bagaimana mungkin berterima kasih atas sesuatu yang tidak didapatkan? Bagaimana pula bila saya menolak tawaran itu? Basa-basi atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah small talk; itulah jawaban untuk menggambarkan interaksi singkat antara saya dan sang wakasek.


Tanda Sopan Santun

Kita tentu sudah mafhum bahwa Indonesia sejak lama dianggap sebagai negara yang bangsanya menganut budaya timur sehingga sangat menjunjung tinggi nilai sopan santun. Basa-basi di berbagai suku di Indonesia banyak ditonjolkan demi etika dalam bertutur kata. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online atau dalam jaringan, basa-basi merupakan adat sopan santun dan tata karma pergaulan. Ada kesan tidak sopan yang muncul dalam pandangan sosial bermasyarakat apabila sesuatu dinyatakan secara langsung ke inti persoalan pada saat langsung bertemu tanpa melalui basa-basi sebelumnya.

Memang tak dapat dipungkiri, basa-basi sering kali berupa ungkapan-ungkapan yang tidak memiliki esensi penting dalam inti percakapan. Melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti Sudah pagi ya? ketika hari memang jelas sudah pagi, atau Wah, jalanan macet sekali ya? padahal si penanya dan lawan bicara berada di jalan yang sama di waktu yang bersamaan terdengar begitu retoris.

Selain sebagai marka sopan santun, menurut Dr. Justine Coupland, seorang pakar di bidang sosiolinguistik, basa-basi memiliki fungsi krusial dan manfaat yang signifikan dalam interaksi di masa sekarang dan di masa mendatang. Basa-basi dapat dijadikan sebagai alat untuk mencairkan suasana dan menghindari kecanggungan saat memulai percakapan.

Jangan Kebablasan

Di samping peranannya yang cukup vital dalam interaksi sosial antar individu dalam kehidupan bermasyarakat, basa-basi juga disinyalir dapat membawa dampak yang kurang baik. Tanpa rasa peka yang cukup terhadap keadaan lawan bicara, basa-basi bisa saja menjadi blunder karena menimbulkan rasa sakit hati atau ketidaknyamanan secara psikologi yang dialami oleh lawan bicara. Tak jarang basa-basi justru menjerumuskan kita pada kecenderungan untuk menghakimi orang lain tanpa mengetahui kondisi yang bersangkutan. Misalnya adalah dalam sebuah acara reuni di mana rata-rata semua yang hadir sudah berkeluarga dan memiliki anak, begitu bertemu seorang teman yang belum menikah, pertanyaan seperti Kapan nikahnya? Kamu sih pilih-pilih. Padahal usia kamu sudah matang, pekerjaan juga sudah mapan. sering terlontar. Padahal mungkin ada hal-hal lain yang menjadi alasan bagi sang teman tersebut untuk menunda menikah yang mungkin di luar pemikiran kita. Alhasil sang teman tadipun justru merasa malu atau bahkan tidak nyaman. Tak jarang pula pertanyaan basa-basi erat diatributkan pada tampilan fisik seseorang seperti, Wah kamu gendut sekarang ya? atau Kok kamu kurusan sih? bisa membuat lawan bicara tersinggung karena ranah pribadi fisiknya disinggung-singgung.

Terkadang pula batas antara basa-basi dan kebohongan sangatlah tipis atau malah tidak ada sama sekali. Ketika mendapat kunjungan tamu, kerap kali ucapan-ucapan seperti Anggap saja rumah sendiri kita sampaikan namun tentu kita tidak benar-benar menginginkan sang tamu untuk bebas makan, minum atau tidur sesuka hatinya di rumah kita. Atau ketika sebagai tamu kita ditawarkan mau minum apa, namun jawaban kita adalah Ah, gak usah repot-repot padahal saat itu kita memang benar-benar haus dan meneguk minuman yang pada akhirnya disajikan. Malah, tertawa juga bisa menjadi sebuah basa-basi. Misalnya ketika atasan kita dalam sebuah pertemuan berupaya hendak mencairkan suasana dengan memberikan joke yang garing dan bahkan sama sekali tidak lucu, demi menjaga perasaan sang atasan kitapun mengeluarkan tawa palsu yang dipaksakan.

Pada akhirnya pemahaman pragmatik menjadi kunci utama dalam berkomunikasi. Kepekaan kita terhadap penggunaan bahasa dalam bertutur pada konteks-konteks tertentu akan menjadikan kita untuk mampu memilah mana basa-basi yang tepat guna dan mana basa-basi yang basi dan semu. Ketidakpahaman kita pada pragmatik dapat membuat kita terisolasi dari sebuah interaksi sosial karena dalam pragmatik unsur-unsur keserasian bahasa dan konteks sosial merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Kita tidak perlu berbasa-basi jika harus berbohong apalagi bila kebohongan itu pada akhirnya dapat mengganggu keharmonisan hubungan kita dengan orang lain.

(brl/red)

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
MOST POPULAR
Today Tags