1. Home
  2. ยป
  3. Creator
26 Agustus 2020 11:10

Pemerintah Jepang inginkan merger Nissan-Honda

Industri otomotif Jepang dikenal kuat dan stabil, namun bukan tanpa masalah sama sekali. Seperti yang dialami Nissan misalnya. Harry Rezqiano

Dalam dunia usaha, situasi merger alias penggabungan dua unit bisnis kadang tidak terhindarkan. Hal ini biasanya terjadi karena beberapa hal yang berhubungan dengan situasi finansial atau keuangan dari salah satu unit usaha yang melakukan merger. Sehingga dengan merger diharapkan situasi lebih terkendali dan sehat serta saling menguntungkan.

Di Indonesia situasi ini juga sering terjadi. Pernah tahu, kan, kalau sebelum jadi Smartfren seperti sekarang, perusahaan ini dulunya merupakan perusahaan terpisah: Mobile-8 dan Smart Telecom? Dengan merger-nya dua perusahaan tersebut maka aset perusahaan jadi lebih terjamin. Kalau saya tidak salah ingat, Mobile-8 yang saat itu sedang dalam kondisi tidak sehat sehingga dengan merger dengan Smart Telecom situasinya jadi lebih baik. Kamu mungkin ingat Mobile-8 dengan slogan/tagline iklan televisi mereka: "Hari gini gak punya handphone?!"


Foto: Tempo

Saat ini situasi industri otomotif dunia juga sedang dilanda berbagai situasi sulit. Pemerintah Jepang sedang berupaya membawa dua perusahaan otomotif raksasa, Nissan dan Honda, menuju meja perundingan untuk membicarakan kemungkinan merger dua perusahaan ini ke dalam satu manajemen. Tapi ide ini tidak disambut baik oleh kedua perusahaan.

Menurut laporan, baik Nissan maupun Honda (sebagai perusahaan otomotif terbesar kedua Jepang dalam hal volume produksi) tidak antusias dan cenderung menolak ide pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe itu. Pemerintah Jepang sendiri menyorongkan ide ini karena situasi yang terjadi antara Nissan dengan Renault, perusahaan otomotif Prancis yang merupakan aliansi Nissan.

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, situasi berubah panas pasca usaha penangkapan mantan boss Renault Nissan Japan Carlos Ghosn oleh aparat penegak hukum Jepang atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan finansial. Ghosn sendiri berhasil melarikan diri ke luar Jepang sebelum ditangkap dan sekarang menetap di Lebanon. Ghosn mengklaim tidak bersalah dan menuding pemerintah Jepang mencari-cari kesalahan yang tidak dia lakukan selama menjabat di Nissan Jepang.

Carlos Ghosn. Foto: NBC News

Nissan sendiri merupakan perusahaan terbesar ketiga setelah Honda, namun fakta itu tidak menjadikan Honda nyaman untuk melakukan merger seperti saran pemerintah. Menurut Honda, struktur keuangan Nissan terlalu kompleks karena melibatkan Renault sebagai perusahaan induk dan berasal dari Prancis. Sementara Nissan sendiri juga dikabarkan lebih memilih memperbaiki situasi dengan Renault sebagai mitra aliansinya selama ini daripada merger dengan Honda.

Di antara delapan besar produsen mobil Jepang, empat di antaranya (Mazda Motorcorp, Subaru Motorcorp, Daihatsu Motorcorp, dan Suzuki Motorcorp) terikat dalam hal saham dan kepemilikan dengan Toyota Motorcorp sebagai perusahaan otomotif terbesar no.1 di Jepang. Hanya Honda yang secara institusi memiliki independensi atas manajemen mereka sehingga wajar Honda merasa memiliki nilai tawar lebih jika dibandingkan Nissan yang terikat dengan Renault.

Foto: Autocar New Zealand

Situasi industri otomotif bahan bakar atauoil combustion belakangan ini juga mulai terganggu dengan kemunculan mobil-mobil pintar bertenaga listrik (seperti Tesla) sehingga situasi itu mungkin menjadi perhatian pemerintah Jepang agar industri mobil mereka tidak sampai tergerus kompetitor negara lain. Sebagai negara dengan kultur mobil yang terkenal, tidak heran pemerintah Jepang berupaya agar merek-merek otomotif dalam negeri mereka bisa terus survive. Dan situasi Nissan bisa jadi faktor pengganggu sehingga mereka mencetuskan ide merger antara Nissan dengan Honda.

Tapi dengan adanya penolakan dari kedua merek yang ingin dikawinkan pemerintah Jepang itu, sepertinya situasi merger Nissan dan Honda belum akan terjadi dalam waktu dekat ini.

(brl/red)

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
MOST POPULAR
Today Tags