1. Home
  2. ยป
  3. Creator
12 November 2019 14:07

Diskriminasi pekerja restoran Jepang karena pemakaian kacamata

Di Jepang, diskriminasi yang terjadi ada dalam perkara kacamata serta sepatu hak tinggi. Harry Rezqiano

Dalam dunia pekerjaan, kasus diskriminasi merupakan hal yang selalu terjadi tanpa bisa dihentikan secara permanen. Pemicunya bisa banyak hal dan biasa terjadi dengan alasan yang tidak terlalu logis jika dipikirkan dengan bijak. Dan diskriminasi dalam dunia kerja tidak melulu eksklusif terjadi di satu negara maupun pekerjaan. Diskriminasi bisa terjadi di negara maju maupun negara yang sedang berusaha maju alias berkembang. Sehingga masalah ini merupakan penyakit di semua wilayah, kultur, dan negara.


Bentuk-bentuk diskriminasi dalam pekerjaan bisa berupa hal-hal yang secara praktik tidak akan mengganggu pekerja dalam melakukan tugas pokok serta fungsi sebagai pegawai. Pernah lihat iklan pekerjaan diutamakan yang beragama/dari suku XXX atau tidak sedang kuliah misalnya? Dua hal tadi mungkin (dalam argumen pemberi kerja) diperlukan untuk kelancaran pekerjaan. Hal itu bisa diperdebatkan. Tapi diskriminasi pekerjaan tidak selalu wajar seperti dua hal tadi.

Karena di Jepang ada hal absurd soal diskriminasi pekerjaan. Yaitu soal pelarangan memakai kacamata untuk wanita pekerja restoran berkimono.

(Sumber gambar: Pinterest)

Beberapa minggu belakangan internet dan pengguna Twitter di Jepang dihebohkan pengakuan seorang wanita yang bekerja di restoran Jepang di mana di restoran tersebut pekerja/pelayan wanita dilarang memakai kacamata saat sedang mengenakan kimono/pakaian tradisional khas Jepang dengan alasan kacamata "merusak estetika tradisional kimono serta suasana elegan yang dibutuhkan restoran".

Restoran Jepang kelas atas memang mengharuskan pelayan mereka mengenakan kimono sebagai seragam dan ini memunculkan citra berkelas karena kimono sendiri merupakan pakaian tradisional yang menimbulkan aura elegan untuk pemakainya. Tapi pelarangan pemakaian kacamata untuk pelayan berkimono tetap saja membuat dahi berkerut. Kacamata adalah alat medis dan bertujuan sebagai alat bantu penglihatan. Kacamata memang belum dikenal di Jepang sebelum dibawa orang-orang Barat saat Restorasi Meiji. Dan menurut pemilik restoran-restoran Jepang elit, kacamata tidak cocok digunakan saat memakai kimono. Yang berarti sebuah diskriminasi untuk mereka yang membutuhkan kacamata untuk melihat dengan jelas saat bekerja di restoran Jepang.

(Sumber gambar: Hotel Okura Amsterdam)

Reaksi keras ditunjukkan atas pelarangan kacamata tersebut. Jika peraturan pelarangan pemakaian kacamata tadi hanya ditujukan untuk pegawai wanita, jelas ini diskriminasi gender, protes Ketua Pengawasan HAM Jepang, Kanae Doi, seperti yang disampaikannya pada Thomson Reuters Foundation. Diskriminasi serupa juga terjadi di awal tahun kemarin di mana protes muncul pada perusahaan yang mewajibkan karyawati mereka untuk memakai sepatu jenis high heels atau bertumit tinggi.

(Sumber gambar: Reuters)

Protes tersebut berlanjut menjadi petisi online. Tapi sayangnya Kementerian Tenaga Kerja menganggap dress code adalah hal penting yang harus dipatuhi pegawai. Secara langsung menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah Jepang pada protes yang terjadi.

(Sumber gambar: Yolo-Japan)

Kehebohan yang terjadi memancing presenter talkshow pagi Nippon Television Sukkiri membuat segmen membahas soal pelarangan pemakaian kacamata untuk pegawai restoran berkimono.Dalam acara tersebut terungkap kalau pelarangan seperti itu tidak hanya terjadi di bisnis restoran Jepang karena ternyata setidaknya ada tiga profesi pekerjaan lain yang mengalami diskriminasi serupa. Yaitu pramugari, staff sales / penjualan kosmetik serta resepsionis. Ketiga pekerjaan ini, bersama dengan pegawai berkimono di restoran Jepang, dilarang menggunakan kacamata.

Namun tiga profesi yang melarang pemakaian kacamata tadi dianggap memiliki alasan kuat. Pramugari akan mengalami kesulitan bekerja saat mengevakuasi penumpang pesawat dalam situasi gawat darurat jika berkacamata. Staff sales penjualan kosmetik dilarang memakai kacamata karena akan menutupi tampilan wajah dan menyulitkan calon konsumen melihat aplikasi makeup yang normalnya dipakai pegawai bersangkutan.

Bagaimana dengan resepsionis? Alasannya (menurut saya) absurd,yaitu kacamata yang dikenakan akan memberikan "citra dingin" pada pengunjung. Sebuah alasan yang ngawur banget.

Apa kedua resepsionis ini akan jadi berkesan "dingin" jika berkacamata? (Sumber gambar: Traveloka)

Para fans meganekko (istilah populer Jepang untuk "cewek berkacamata") tentu saja tidak senang dan keberatan dengan berbagai pelarangan yang dialami pekerja wanita berkacamata. Sebagian mencoba membalikkan persoalan dengan tidak adil kalau hanya pekerja wanita yang mendapatkan pelarangan seperti itu. Namun jika dilihat dari empat profesi yang tadi disebutkan, hampir sebagian besar memang di isi staff dan pegawai berjenis kelamin wanita. Sehingga mencoba membenturkan kasus ini dengan gender tidak terlalu membawa hasil memuaskan.

Tapi buat saya ya tetap aneh jika kacamata menjadi benda sumber diskriminasi untuk pekerja wanita di sektor-sektor tadi. Bagaimana pun kacamata adalah alat bantu penglihatan. Alat medis, bukan aksesori.Jadi jika di Indonesia ada diskriminasi untuk pakaian pegawai bernuansa relijius, di negara maju perkaranyaberbeda lagi ketimbang yang terjadi di sini.

(brl/red)

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
MOST POPULAR
Today Tags