Brilio.net - Masa depan sebuah bangsa berada ditangan anak mudanya, begitulah ungkapan pidato yang sempat disampaikan John F Kennedy pada saat dia memerintah. Rasanya apa yang disampaikan oleh mantan presiden Amerika Serikat ini memang benar adanya. Lantas jika generasi muda adalah tombak kemajuan bangsa, bagaimana kondisi anak muda Indonesia saat ini?

Pengalaman Feni (21) sebagai mahasiswi magang guru di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) terbaik yang ada di Jakarta Barat membuatnya bersentuhan langsung dengan kondisi anak muda saat ini. Baginya anak muda dulu dan sekarang memang sangat berbeda, namun yang memprihatinkan baginya bahwa perbedaan itu tidak lebih baik malah lebih buruk. Kenyataan bahwa terjadi pergeseran nilai-nilai budaya dan tata krama dikalangan anak muda memang sangat besar.

"Kondisi ini memprihatinkan saat anak-anak lebih takut nilai ujiannya jelek dari pada melakukan tindakan kecurangan seperti mencontek," cerita Feni kepada brilio.net melalui layanan story telling, Sabtu (7/11).

Tuntutan nilai tinggi dan pencapaian prestasi memang kadang membuat anak stres dan rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh nilai tinggi salah satunya dengan mencontek. Feni yang melihat kondisi ini tidak diam saja dia telah mencoba beberapa metode mengajar yang lebih mengembangkan diskusi, rasa prihatin, kerja sama dan saling menghargai. Tapi pada kenyataannya anak-anak tersebut tidak merespon dengan baik. Contohnya terjadi saat Feni membuka kelas diskusi, anak-anak cenderung diam saja dan tidak ingin merespon ataupun berkomunikasi dengan baik dengan temannya sebab mereka menganggap temannya adalah saingan.

"Saya rasa bukan hanya sekolah tempat saya magang, beberapa teman saya yang magang di sekolah lain juga merasakan hal yang sama. Bahwa kini sekolah hanya dipahami sebagai tempat mendapatkan ilmu sedangkan moralitas dikesampingkan," lanjut mahasiswi ilmu sosial politik di salah satu kampus swasta yang ada di Jakarta ini.

Ya, kondisi sekolah dengan embel-embel "terbaik" memang tidak menjamin anak dapat mendapatkan pendidikan yang terbaik pula. Feni mengakui bahwa yang ditemukannya jarang sekali pendidikan moral yang diterapkan di sekolah-sekolah, sehingga semua hanya dilihat dari kemampuan anak menguasai pelajaran. Anak akan dianggap berprestasi jika dia mampu memenangkan olimpiade bukan saat anak-anak berani jujur.

"Jika ditanya ada yang tidak mengerti dengan pelajaran, maka tidak ada anak yang akan mengangkat tangan karena mereka tidak ingin dikatakan bodoh oleh yang lainnya padahal bukan demikian, memprihatinkan saat anak tidak berani jujur pada dirinya sendiri soal paham atau tidaknya," jelas Feni.

Feni yang bercita-cita menjadi guru ini akan berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dimulai dari dirinya sendiri. "Memang memperihatinkan tapi kita tidak boleh tinggal diam, kita harus melakukan sesuatu, jangan sampai anak Indonesia mengalami krisis moral yang lebih parah," ujarnya.

Ini pengalaman Feni tentang kondisi anak Indonesia saat ini. Kamu punya pengalaman juga?