Brilio.net - Olah raga catur memang tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga fisik karena otak yang bekerja keras. Tapi, olah raga ini butuh penglihatan yang jeli untuk memperhatikan dan meprediksi arah pergerakan bidak catur.

Lantas dengan karakteristiknya itu, apakah olah raga ini tak bisa dilakukan oleh penyandang tunanetra? Sama sekali tidak. Seorang anak muda asal Solo, mampu membuktikan kelihaiannya dalam bermain catur. Bahkan, dia menjadi atlet catur berprestasi di kancah internasional.

Dia adalah Wahyu Setiawan, pemuda berusia 16 tahun ini sudah mengalami kebutaan sejak berumur 11 tahun. Mulanya, Wahyu pernah jatuh dari pohon ketika berumur 4 tahun, saat itu syaraf mata kirinya menjadi low vision. Nahas saat masuk kelas 5 SD, matanya kembali mengalami kecelakaan yakni kena lemparan bola kasti. Puncaknya, Wahyu mengalami buta total saat dia jatuh di jurang Gunung Merapi ketika kelas 6 SD.

Menyandang status tunanetra memang sempat membuat siswa SMA 8 Solo ini merasa terpuruk. Akhirnya oleh sang nenek, Wahyu dimasukkan ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Beruntung di sana dia bertemu seorang guru yang mengajarinya bermain catur hingga menjadi pemain profesional.

"Waktu di sekolah sering diajak main catur sama guru saya, hampir setiap hari malah," tutur Wahyu kepada brilio.net, Senin (11/5). "Dari situ kemampuan catur saya terasah, saya mulai mengikuti perlombaan catur untuk tunanetra, untuk pertama kalinya saya berhasil masuk 10 besar tingkat kabupaten."

Berkat kegigihannya tersebut, Wahyu mulai sering mengikuti lomba dan berhasil menggondol beberapa piala, di antaranya Juara 1 tingkat Kota Surakarta, Juara 1 tingkat Provinsi Jawa Tengah, hingga juara 1 catur beregu di Asia Pasifik pada tahun 2013. Selain menjuarai perlombaan catur, Wahyu juga dikenal sering menang lomba lari mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional.

"Motivasi saya mengikuti perlombaan adalah biar bisa membantu nenek saya di desa. Saat kecil saya hanya diasuh nenek saya sendirian, beliau pekerjaannya mengambil pasir di sungai, saya ingin membalas segala kebaikan nenek saya. Jika nenek saya di usianya yang sudah tua mau bekerja, masak saya yang masih muda hanya meratapi nasib saja?" pungkas Wahyu.