Brilio.net - Lazimnya dalam berpetualang membutuhkan persiapan yang matang. Baik persiapan fisik maupun mental. Peralatan dan perlengkapan untuk kegiatan outdoor juga tidak kalah pentingnya. Jika tidak bisa mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan ini maka sebaiknya pikirkan kembali rencana petualangan kamu ya guys.

Ada cerita dari Taftayani, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang hobi melakukan kegiatan petualang. Sudah beberapa gunung di Jawa ini didaki olehnya. Namun dari semua pengalaman pendakiannya, yang paling tidak bisa dilupakan adalah kesialan ketika mendaki akibat kurangnya persiapan.

Kisah tak terlupakan itu terjadi saat dirinya dengan 4 orang temannya hendak mendaki Gunung Merapi pada Desember 2012. Dia dan empat orang kawannya,  Rozak, Hasyidan, Effian, dan Sahid. Empat orang berangkat bersama dari kontrakannya di Jogja, sementara Sahid berangkat dari Solo. Untuk kebutuhan selama mendaki mereka membawa 1 buah carrier, 2 daypack yang memuat keperluan-keperluan mereka berempat. Persiapan ini sebetulnya terbilang minim untuk mereka berempat. Akan tetapi pikiran tersebut mereka tepiskan mengingat mereka hanya mendaki sehari semalam saja.

Mereka mendaki dari basecamp Selo, Boyolali Jawa Tengah. Jalanan menuju ke Selo adalah tanjakan dan tikungan. Tafta yang mengendarai motor matic merasa kesulitan melintasi tanjakan, sehingga ia meliuk-liukkan motornya ala gerak zig-zag supaya memudahkan gerak. Rupanya angin ban belakang tidak terisi secara optimal, akibatnya ban belakang pecah.

Padahal ketika itu waktu menunjukkan pukul 11 malam dan tidak ada tambal ban yang masih buka. Tafta bersama Efian pun turun untuk mencari tambal ban. Sementara Rozak dan Syidan menunggu di atas. Tafta menemukan tempat tambak ban, sayangnya si pemilik bengkel bersedia menambal motor mereka keesokan harinya.

Kesialan berikutnya adalah ketika hendak menjemput Rozak dan Hasyidan. Dalam perjalanan menuju tempat Rozak dan syidan, maotor yang dikendarai Tafta kehabisan bensin. Mau tak mau dia mendorong. Bukan perkara mudah, sebab jalanan menanjak.

Tafta sempat ragu untuk meneruskan perjalanan, sebab dari awal sudah mendapat halangan. Akhirnya dia berhenti di suatu warung dan memberanikan diri untuk menggedor pintu. Beruntung pemilik warung masih terbangun dan mau melayani Tafta membeli bensin.

Tepat adzan subuh, mereka tiba di basecamp Selo. Sebetulnya mereka tidak nggoyo bisa mencapai puncak, tetapi mereka tetap bertekad untuk terus melangkahkan kaki. Akhirnya sampai juga di puncak di siang hari.

Ketika turun, hujan turun cukup deras. Tafta baru teringat jas hujannya tertinggal di motor yang dia tinggal di tempat tambal ban. Apalagi dia memakai celana jeans sehingga bertambah berat dalam kondisi basah. Dalam kondisi seperti itu, kata Tafta, tak mungkin berhenti supaya mereka terus melangkah turun. Mereka nekat turun lantaran melawan hawa dingin yang menerpa.  

Pendakian itu bukan yang pertama. Tafta mengaku ada rasa congkak dalam dirinya sehingga menyepelekan hal-hal yang mungkin tidak begitu penting dalam persiapan. "Persiapan itu penting, apalagi sekarang ini musim hujan, sehingga sedia selalu jas hujan dan hindari pakai celana jeans," pungkasnya.

Sekarang dia bersama Rozak berbisnis perlengkapan outdoor, Dukany Adventure. Ini terinspirasi dari kecintaannya terhadap kegiatan petualangan.

Cerita ini disampaikan Tafta  melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!