Brilio.net - Ingatan Farid Setiawan tak pernah lupa saat dia duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar(SD). Farid kecil ketika itu mogok sekolah. Bukan tanpa alasan Farid ogah sekolah, dia tak tahan dengan ejekan kawan-kawan sekolahnya tentang kekurangan fisik yang dia punya.

Melihat Farid yang murung, Murdasih sang ibu tak tega. Kemudian dia mengajak Farid ke yayasan Yakkum, di bilangan Kaliurang Yogyakarta. Di tempat itu Farid melihat ada banyak penyandang disabilitas lain yang lebih susah ketimbang dia.

"Ini lho le! Masih ada yang lebih parah dari kamu. Mereka saja masih survive, masa kamu nggak bisa. Mereka yang nggak punya tangan dan kaki saja masih semangat lho!" kata Farid menirukan perkataan ibunya dulu.Perkataan sang ibu itulah yang membuat Farid mau kembali bangkit dan tak minder lagi.

Sejak saat itu Farid kembali semangat dan mau berangkat sekolah lagi dengan didampingi ibunya. Setiap pulang sekolah, ia selalu mendapatkan motivasi dari ibunya.

Farid kecil punya semangat tinggi untuk sekolah. Usianya belum genap enam tahun ketika itu, setiap hari dia merengek pada ibunya agar bisa sekolah seperti sebayanya. Setiap hari dia melihat anak sekolah berseragam lewat, dia pun ingin punya seragam dan sekolah.

"Saya kemudian coba didaftarkan ibu ke TK, tapi ditolak karena tahun ajaran barunya sudah berjalan," terang Farid kepada brilio.net, Kamis (1/10).

Karena Farid masih meminta untuk bisa sekolah, Murdasih kemudian mencoba mendatangi Sekolah Dasar (SD) yang ada di dekat rumahnya. Niat ibu Farid hanya menitipkan Farid agar tak rewel lagi hingga datang tahun ajaran baru. Tapi karena Farid mampu mengikuti proses pembelajaran yang ada, ia kemudian dinyatakan naik kelas 2 meskipun sebelumnya hanya berstatus siswa titipan

Farid berkisah ketika pertama kali masuk sekolah sebenarnya dia merasa minder karena memiliki tangan kanan yang tak sempurna. Ejekan ala anak-anak pun kerap dia terima. Mulanya dia mengabaikan ejekan itu tapi lama kelamaan dia tersinggung dengan hal itu hingga keesokan harinya tak mau berangkat sekolah.

Menjadi orang yang berbeda memang tak mudah. Belum semua masyarakat yang bisa menghargai perbedaan membuat mereka yang mempunyai perbedaan sempat minder.

Keminderan itu berubah menjadi rasa percaya diri. Farid punya prestasi yang cemerlang. Itu pula yang mengantarkannya belajar di Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas gadjah Mada Yogyakarta.

Bukan tipikal Farid yang hanya hilir mudik kampus dan rumah. Dia merupakan sosok mahasiswa yang cukup aktif di kampus. Ia aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian. Saat ini ia juga menjabat sebagai Kepala Bidang Dana dan Usaha Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Meski aktif berorganisasi, ia juga tak mengesampingkan akademiknya. IPK-nya yang bisa bertahan pada nilai 3,4 menjadi buktinya. Tak hanya itu, ia juga menerima beasiswa kuliah dari salah satu NGO Selandia Baru yang diperuntukkan bagi penyandang difabel.

Farid dikenal sebagai pemuda yang ramah dan supel. Selain aktif di karang taruna kampung, ia juga turut membantu mengajar di Taman Pendidikan Alquran (TPA) kampungnya. Meski memiliki keterbatasan, ia tak suka jika diistimewakan. Ia selalu berusaha melakukan berbagai hal sendiri.

Lantaran tangan kanan tak sempurna, Farid pun terbiasa melakukan segala aktivitas dengan tangan kiri. Motor yang ia kendarai pun dimodifikasi khusus dengan menempatkan gas motor yang biasanya di sebelah kanan menjadi berada di sebelah kiri.