Brilio.net - Keberadaan para buruh gendong (kuli angkut) di pasar, stasiun ataupun tempat umum lainnya sudah menjadi hal yang lumrah.

Namun,ada yang unik dari para buruh gendong di Pasar Beringharjo,Yogyakarta ini. Kamu akan mudah menemukan para buruh gendong itu ketika memasuki pasar tradisional terbesar di Yogyakarta ini dan mereka mayoritas adalah perempuan.

Yup! Perempuan. Walaupun buruh gendong dipandang sebagai pekerjaan yang berat namun sebagian besar buruh gendong di Pasar Beringharjo ini adalah ibu-ibu, bahkan nenek-nenek. Jumlahnya pun bukan hanya 5-10 orang saja, namun ada sekitar 200-an buruh gendong.

Mbah Rubiyem, 40 tahun bekerja sebagai buruh gendong di Beringharjo

Mbah Rubiyem (kiri) dengan rekan seprofesinya saat bersantai.

Mbah Rubiyem salah satunya. Nenek 65 tahun ini sudah sejak tahun 1971 menjadi buruh gendong di Pasar Beringharjo. Bukan perkara mudah melakoni pekerjaan buruh gendong ini.

Setiap hari Mbah Rubiyem harus mengangkat puluhan kilo barang untuk bisa mendapatkan upah. Sekali angkat pernah itu, nggendong 70 kg gula, ungkap Mbah Rubiyem pada brilio.net, Selasa (25/8).

Mbah Rubiyem dan para buruh gendong lainnya memang sudah biasa menggendong beban 25-50 kg sekali angkut. Para buruh gendong ini tidak mematok harga jasa. Kebanyakan memberi seikhlasnya dan sesuai beban yang dibawa.

kalau para pedagang biasanya ngasih Rp 3.000 sekali angkut,tapi kalau para priyayi yang belanja banyak biasa ngasih Rp 10.000-Rp 20.000, jelas Mbah Rubiyem.

Meskipun sudah 40 tahun lebih menjadi buruh gendong, Mbah Rubiyem yang berasal dari Kulonprogo ini mengaku belum mau pensiun. Sudah senang di sini, banyak temannya dan masih mau cari uang sendiri, jawab Mbah Rubiyem saat ditanya kenapa belum mau berhenti saja jadi buruh gendong.

Mbah Rubiyem adalah satu dari ratusan wanita-wanita tangguh Pasar Beringharjo yang tidak mudah menyerah dalam mencari rezeki yang halal. Berapapun hasilnya, jika disyukuri pasti cukup," tutur Mbah Rubiyem bijaksana.