Brilio.net - Tak ada yang meragukan keberadaan jamu sebagai warisan tradisional Indonesia. Sejak turun temurun, jamu sudah jadi ramuan dengan berbagai khasiat. Sekarang pun sudah banyak jamu yang dikemas lebih modern. Meski begitu kaum muda nampaknya semakin jauh dengan jamu.

Tapi ketidaksukaan dengan jamu tak berlaku bagi Sutriyani (23). Sarjana Pendidikan Fisika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dengan IPK 3,49 ini tak malu untuk berjualan jamu keliling sebagaimana lumrahnya dilakukan ibu-ibu.

Salah satu alasan dia tak malu, karena berkat jamu ia bisa menjadi sarjana. Lewat jamu, ibunya yang sudah 10 tahun berprofesi sebagai penjual jamu keliling bisa membiayai kuliahnya. Sifatnya yang kocak dan periang membuatnya enjoy melakukan pekerjaan tersebut.

"Saya juga ingin merasakan bagaimana beratnya ibu saya saat berjualan jamu demi mencari uang untuk biaya saya kuliah. Dengan itu saya bisa lebih bisa menghargai jerih payah ibu," tuturnya di sela-sela jualan.

Lulus kuliah, Sutriyani sebenarnya sudah berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang diidamkan. Sebelumnya ia pernah melamar sebagai staf rumah sakit, tapi tak diterima.

Ia juga pernah sebulan menjadi tenaga yang diperbantukan di Kantor Pos untuk mengurus verifikasi pencairan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), tapi waktu yang melebihi jam kantor umumnya menjadikan ia mundur. Waktu yang kurang fleksibel juga menjadi alasan lainnya memilih jalan untuk usaha.

Lulusan SMK 1 Sewon Bantul jurusan boga ini juga pernah patungan dengan temannya untuk membangun usaha nasi goreng. Tapi lantaran masih belum sreg akhirnya Sutriyani memutuskan untuk membangun usaha sendiri saja. Berjualan jamu menjadi pilihannya sendiri. Tak ada desakan dari ibunya.

Februari lalu saat awal ia memutuskan untuk berjualan jamu, cibiran dari orang pun kadang datang kepadanya lantaran sudah jadi sarjana tapi berjualan jamu. "Dikatain nggak apa-apa. Aku bisa jadi sarjana kan karena jamu, jadi kenapa saya mesti malu berjualan jamu?" terang perempuan yang baru diwisuda Desember 2014 ini.

Sutriyani bahkan bangga dengan jamu, menurutnya zaman sekarang itu zamannya orang minum jamu. Lantaran sekarang makanan sudah banyak tercampuri bahan kimia, maka jamu jadi cara untuk bisa mengurangi bahan kimia yang ada dalam tubuh.

Meskipun ia merupakan sarjana pendidikan, tapi ia belum berniat untuk jadi guru. Salah satu alasannya adalah sulitnya mencari tempat untuk mengajar. Kesulitan itu pun bertambah ketika tidak ada channel yang bisa menghubungkan.

"Aku ya sebenarnya pengen kerja sesuai dengan kuliahku. Tapi ya tetap inginnya pekerjaan yang jelas lah," terang perempuan yang tinggal di Dusun Samen, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul ini.