Brilio.net - Pernikahan merupakan hal yang banyak didambakan orang yang masih single. Pernikahan jadi tanda kedewasaan seseorang sehingga sudah siap untuk membangun keluarga. Hal itu juga yang didambakan para penyandang tuna netra. Meski mereka punya keterbatasan fisik, mereka sejatinya tetap ingin hidup normal seperti lainnya. Pernikahan dan membangun biduk rumah tangga, salah satuanya.

Ungkapan itu barangkali bisa mewakili perasaan 8 pasangan pengantin yang ikut acara Nikah Bareng Jogja Istimewa yang dilaksanakan di Alas Kradenan Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul, DI Yogyakarta, Sabtu (28/3). Dari 8 pasang difabel itu, ada yang kedua mempelai sama-sama tunanetra, ada pula hanya salah satu yang tunanetra.

Giyono (60) dan Yatinah (49) jadi pasangan tertua dalam nikah bareng itu. Giyono mengaku mengenal Yatinah sejak 1998. Asrama pijat di Sewon Bantul jadi tempat mereka pertama kali bertemu.

Pernikahan ini jadi pernikahan pertama Giyono, tapi jadi yang ke dua bagi Yatinah. "Pernikahan ke dua. Suami yang dulu pergi menikah dengan wanita lain," terang Yatinah saat ditemui di tempat pelaksanaan Nikah Bareng.

Dari pernikahannya dulu, Yatinah memiliki satu anak laki-laki yang kini berumur 29 tahun dan sudah menikah. Anaknya pun sangat mendukung niat Yatinah untuk membangun biduk rumah tangga lagi.

Pernikahannya dengan Yatinah, aku Giyono, muncul dadi dorongan pribadi, tak ada yang memaksa. Kebiasaan bertemu saat di asrama membuat benih-benih cinta muncul dari Giyono kepada Yatinah. "Dari sekian banyak orang, hanya dia yang masuk di hati," ungkap Giyono dalam bahasa Jawa sambil tersenyum.

Giyono pun sudah memikirkan bagaimana rencananya membangun keluarga kelak seperti orang-orang pada umunya. Namun menurut Giyono ia hanya bisa merencanakan, yang menentukan tetap dari Tuhan.