Brilio.net - Ada banyak kisah menarik dari kehidupan di pondok pesantren yang tak habis untuk diulik. Kisah keakraban, kekeluargaan, hukuman, hingga kisah unik membuat mereka yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren akan selalu kangen dengan momen-momen tersebut.

Kisah unik nan lucu di pesantren kali ini diceritakan oleh Muhammad Nurul (20) yang pernah merasakan bagaimana hidup di Pondok Pesantren Zainul Hasan Jenggong, Probolinggo, Jawa Timur. Santri yang kini mengenyam pendidikan di jurusan Ilmu Politik Universitas Udayana Bali ini mengaku memutuskan untuk masuk ke pendidikan pesantren saat kelas 1 SMA. Saat itu, karena memang ingin belajar agama, ia memilih melanjutkan sekolah sekaligus menempuh pendidikan pesantren yang berada dalam satu naungan yayasan.

Saat pertama kali masuk pesantren, ia merasa kesulitan untuk beradaptasi, apalagi masalah bahasa. Sebelumnya, pemuda asal Jember ini sehari-hari menggunakan bahasa Madura, sedangkan pembelajaran di pesantren menggunakan kitab kuning yang dimaknai dengan bahasa Jawa. Penulisaanya pun bukan menggunakan huruf latin, melainkan menggunakan huruf pegon, yakni penulisan bahasa jawa menggunakan aksara Arab. Maka jadilah Arul, sapaan akrab Muhammad Nurul, benar-benar tak paham dengan pembelajaran pada awal-awal di pondok pesantren.

Nah, kejadian unik bermula saat Arul dan santri lainnya harus mengikuti pelajaran setelah salat subuh di masjid pesantren. Ngaji kitab Ihya' Ulumuddin yang dilakukan waktu subuh itu langsung diisi oleh kiai pengasuh pesantren. Pengajian itu diikuti oleh sekitar 700 santri putra dan 500 santri putri.

"Dalam tradisinya, santri putra nggak ada yang berani duduk tepat di depan pak kiai, pasti posisi depan pak kiai dikosongi. Mereka akan memencar memilih tempat duduk yang nyaman," cerita Arul kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa ke 0-800-1-555-999, Minggu (3/1).

Ikut ngaji, santri ini malah jadi tertawaan santri putri, kenapa?

Muhammad Nurul bersama teman dan gurunya.

Arul dan empat temannya yang sama-sama santri baru, yaitu Ramli, Adi, Sofianto, dan Waras memilih tempat di belakang. Mereka duduk di tangga yanga berdekatan dengan tempat santri putri.

Sepuluh menit pertama mereka masih memperhatikan dan mencoba memahami apa maksud yang dibacakan pak kiai, meskipun mereka berlima sebenarnya tak paham apa yang disampaikan karena kiai menggunakan bahasa Jawa krama inggil. Tapi lewat dari 10 menit itu, mereka merasakan seperti terdongengi.

"Namanya santri baru kan belum terbiasa, apalagi subuh-subuh kan ngantuk banget. Kami akhirnya ketiduran karena ngajinya memang lama sekali," ujar Arul yang dulu sekolah di SMA 1 Zainul Hasan Jenggong, Probolinggo.

Ikut ngaji, santri ini malah jadi tertawaan santri putri, kenapa?

Muhammad Nurul bersama teman dan gurunya.

Mereka pun tertidur dengan posisi bersila seperti posisi sewaktu mereka masih memperhatikan ngaji. Hingga akhirnya mereka terkaget dengan suara seruan dari kiai yang mengajak seluruh santri berdiri untuk melakukan salat dhuha. Arul menjelaskan jika memang setelah kiai selesai memberikan pengajaran akan dilanjutkan dengan salat dhuha bersama.

Arul dan empat temannya yang terkaget akhirnya pun terjatuh dari tangga tempat mereka duduk. Sialnya, karena terlalu lama tidur dengan posisi duduk, kaki mereka semua mengalami kesemutan yang sangat sehingga sulit untuk dibuat berdiri. Sontak tingkah mereka langsung diketawakan oleh seluruh santri putri dan sebagian santri putra yang ada di belakang.

"Sama pengurus kami disuruh selonjoran dulu biar kesemutannya hilang, setelah itu kami disuruh salat dhuha sendiri," katanya.

Kejadian tak selesai setelah mereka melakukan salat dhuha karena setelah itu mereka diminta untuk membaca Surat Yasin hingga 20 kali sebagai takziran alias hukuman. Kejadian itu akhirnya membuat mereka juga telat masuk sekolah. Sudah dihukum di pesantren, mereka pun harus menerima hukuman dari sekolah karena telat. "Di pesantren sudah ditakzir, di sekolah kami juga dijemur di lapangan," kenangnya.

Berjalannya waktu mereka bisa mengikuti pembelajaran dengan baik karena memang ada pembelajaran dasar untuk bisa menulis pegon dan memaknai dengan bahasa Jawa.

Cerita ini disampaikan oleh Muhammad Nurul melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!