Brilio.net - Tukang parkir umumnya adalah pria. Maklum saja, tugasnya menggeser dan merapikan motor membutuhkan tenaga ekstra. Alhasil sangat jarang ditemui seorang wanita berprofesi menjadi tukang parkir. Tapi bukan berarti tidak ada tukang parkir wanita.

Berawal dari kebiasaan mengantar dan menemani sang suami yang jadi tukang parkir, Ilah (50) kini banyak mencurahkan tenaganya untuk membantu mengatur parkir para pemilik sepeda motor di Pasar Legi Kotagedhe, Yogyakarta. Ia sudah menjadi tukang parkir di pasar itu selama sekitar 15 tahun.

Ilah adalah satu-satunya tukang parkir wanita di antara 28 tukang parkir yang ada di pasar tersebut. Ia menjadi tukang parkir di Pasar Legi Kotagedhe tak setiap hari. Dari lima hari pasaran Jawa, ia hanya menjadi tukang parkir saat hari pasaran Jawa Legi, Pahing, dan Pon. Selain hari pasaran itu, ia akan habiskan waktunya di rumah.

Ilah mengaku jika awal-awal menjadi tukang parkir, ia pernah merasakan perihnya jari kakinya terkena standar motor, tak jarang betisnya juga melepuh karena terkena panasnya knalpot. Tapi belajar dari pengalaman, ia kini misa mengatasi berbagai masalah itu. Memutar, menggeser, dan menata motor jadi hal yang tak berat lagi baginya.

Dulu Ilah adalah seorang penjahit dan tukang bordir yang cukup laris. Di sela-sela kesibukan menjahit, ia selalu mengantarkan suaminya ke pasar setiap pagi.

Hingga suatu ketika musibah datang padanya. Suaminya terkena tekanan darah tinggi hingga menyebabkan stroke. Orderan jahitan pun semakin surut. Dari situ, akhirnya Ilah memutuskan untuk menjadi tukang parkir karena dianggap lebih bisa menghidupi dari pada meneruskan profesi tukang jahit. "Suami saya sudah meninggal empat tahun lalu," terang Ilah kepada brilio.net, Jumat (22/5).

Kini ia hidup sebatang kara. Dari pernikahannya dengan sang suami, ia tak dikaruniai anak. Ia hidup di rumah yang ia sewa seharga Rp 250 ribu per bulan. Kehidupan sehari-harinya pun sangat bergantung dengan pemasukan uang yang ia dapat dari menjadi tukang parkir.

Sebenarnya Ilah masih punya kakak dan adik di Jogja. Tapi ia menolak tawaran untuk tinggal bersama. Pantang baginya hidup bergantung kepada saudaranya. Ia lebih memilih mengontrak di dekat pasar agar lebih mudah saat bekerja. "Lebih enak hidup mandiri, nggak bergantung dengan orang lain," terangnya di sela-sela melayani orang yang memarkirkan kendaraan.

Ilah pun bersyukur uang dari hasil parkir bisa ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Alhamdulillah, masih bisa buat membayar hutang, ngliwet dan makan," katanya.