Brilio.net - Haedar Nashir, pria kelahiran Bandung, 14 Juli 1963 ini baru saja menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia setelah ditetapkan sebagai Ketua Umum Muhammadiyah periode 2015-2020 menggantikan Din Syamsuddin.

Penetapan Haedar Nashir sebagai ketua umum tentu keputusan yang tepat, sebab Haedar Nashir sudah malang melintang di salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia itu sejak 1883.

Penulis buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) ini sehari-harinya berprofesi sebagai dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Dosen yang mengajarkan mata kuliah publik goverment untuk pasca sarjana UMY ini cukup dekat dengan mahasiswa dan sering mengadakan diskusi bersama mahasiswa.

"Sosok pak Haedar Nashir itu tegas," ujar A.Patotori Rijal, mahasiswa ilmu politik UMY, kepada brilio.net, Jumat (7/8).

Pengakuan bahwa sosok Haedar Nashir memang dikenal sebagai dosen yang tegas dan disegani oleh mahasiswa karena kedisiplinan dan keteladanan yang senantiasa diperlihatkan di kehidupan sehari-hari memang tidak dapat dimungkiri.

"Pak Haedar Nashir itu benar-benar dosen yang mengayomi, cara mengajar dan menyampaikan ilmu sangat baik, berdiskusi dengan beliau tidak ada bosannya, beliau pribadi yang menyenangkan," cerita Nita mahasiswi UMY yang juga pernah diajar oleh Haedar Nashir.

Sosok Haedar Nashir bahkan sering dijuluki sebagai "ideologi" di kalangan aktivis Muhammadiyah seperti yang dijelaskan oleh Hilmy Dzulfadli yang saat ini menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Cabang AR. Fachruddin UMY bahwa Haedar Nashir menjadi sosok panutan.

Ada tiga hal yang senantiasa dapat dipanuti dari Haedar Nashir, yang pertama adalah memiliki kemampuan dalam mengatasi tantangan globalisasi dan keruwetan ideologi trans-nasional. Kedua, memiliki pengalaman untuk menjawab persoalan kaderisasi yang dialami Muhammadiyah. Ketiga, memiliki pengetahuan politik yang baik.

"Penampilan beliau sederhana tapi ilmunya luas. Salah satu dosen favorit di Fisipol UMY," tandas Hilmy.