Brilio.net - Di tahun 1960-an, Solikhin (84) adalah pegawai Dinas PDK (Pendidikan dan Kebudayaan) sebelum akhirnya memilih keluar karena dimutasi kerja ke Ibu Kota Jakarta. Waktu itu dia menganggap hidup di Jakarta tidak enak dan gajinya yang cuma Rp 20 tidak akan cukup untuk biaya hidup di Jakarta.

Selepas keluar dari Dinas PDK, beberapa tahun dirinya kerja serabutan demi menghidupi istri dan tujuh anaknya. Keberuntungannya membaik ketika dirinya diterima bekerja di Hotel Ambarrukmo Yogyakarta. Namun lagi-lagi ada kendala yang menghadangnya. "Waktu itu hotelnya sudah mau bangkrut, jadi banyak karyawan yang diPHK, termasuk saya," kenangnya ketika ditemui brilio.net beberapa waktu lalu di sebuah gardu wilayah Seturan, Sleman, Yogyakarta.

Di usia senja, mantan PNS ini giat bekerja jadi tukang vermak keliling

Di usia senja, mantan PNS ini giat bekerja jadi tukang vermak keliling

Tahun 1995 dirinya memutuskan untuk menjadi tukang vermak baju keliling. Kala itu dirinya masih kuat untuk mendorong gerobak yang berisi mesin jahit dan alat-alat lainnya. Rutenya di sekitaran Mundusari sampai dengan wilayah Seturan. "Kalau sekarang sudah ndak kuat, disuruh orang-orang buka di depan gardu ini saja," katanya.

Mbah Likhin, sapaan akrabnya, mengatakan, penghasilannya sebagai tukang vermak sekarang sangat minim, tapi dia bersyukur masih bisa mendapat uang dari hasil yang halal. "Pendapatan ya kadang Rp 5.000, kadang Rp 10.000, kadang juga ada yang tiba-tiba berhenti ngasih uang. Apa wajah saya kaya pengemis ya?," tanyanya sembari bercanda.

Kini Mbah Likhin tinggal bersama anak bungsunya di daerah Tempel, Mundusari, Sleman Yogyakarta. Istrinya sudah meninggal dunia dan anak-anaknya yang lain berada di luar kota. Di usianya yang sudah tua, dia masih giat mencari rupiah walaupun tidak seberapa. "Buat makan," tutupnya.