Brilio.net - Perempuan ini memang luar biasa. Demi belajar batik, Yuli Astuti (34), perempuan asli Kudus ini rela belajar hingga ke Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Hal itu ia lakukan hanya karena ingin melihat proses pewarnaan, belajar teknik pewarnaan, hingga membandingkan proses satu sama lain.

Yuli yang merupakan polopor kebangkitan batik Kudus mengungkapkan jika dulu dia merupakan orang yang buat tentang batik. Tapi kesadarannya untuk kembali melestarikan dan membangkitkan batik Kudus yang sudah hilang ditelah zaman menjadi alasan kuatnya.

Demi batik, Yuli rela alami ban bocor tengah malam sendirian di hutan

Kesempatannya mengikuti ASEAN Woman Corporative Forum menjadikan jalan untuk menggali Batik Kudus terbuka. Pada saat itu, ia bersama delegasi lainnya diajak ke Solo untuk melihat secara dekat proses pembuatan batik. Dari situlah ia bisa mendapatkan link para pengusaha batik dari Solo yang bisa ia jadikan guru. Tak hanya Solo, ia kemudian juga berburu guru untuk menggali sejarah batik Kudus dari para pengrajin batik di Pekalongan dan Yogyakarta.

"Saya sama sekali tak paham tentang batik, teknik pembuatannya, apalagi tentang sejarah batik Kudus. Saya harus ke Jogja, Solo dan Pekalongan dengan bersepeda motor hanya untuk belajar dan menggali tentang batik Kudus," terang Yuli kepada brilio.net, Kamis (30/7). Dia menjalaninya selama sekitr dua tahun.

Perjalanan ke Yogyakarta, Pekalongan, dan Solo pun lebih sering ia lakukan sendiri. Hanya sesekali saja ia mengajak saudaranya untuk menemani. Ia menjelaskan jika melewati hutan sendirian pun sudah menjadi hal biasa bagi dirinya. "Kebanan di hutan tengah malam di Purwodadi sudah biasa bagi saya," terangnya.

Hasilnya tak sia-sia. Kini lewat tangannya batik Kudus terus dikenal hingga ke pelosok nusantara, bahkan mancanegara. Di tangannya, motif batik Kudus Kapal Kandas ia modifikasi menjadi motif-motif lain. Ia kemudian menciptakan motif yang dekat dengan kultur masyarakat Muria, seperti motif Parijoto, Beras Kecer, dan Pakis Haji.

Kini ia pun sering diundang untuk memberikan pelatihan bagaimana membangkitkan produk lokal dari nol. Usahanya membangkitkan batik dari nol pun telah dijadikan bahan skripsi oleh 20 mahasiswa. Selain menjadikan rumahnya sebagai galeri batik, ia pun menjadikan rumahnya sebagai sanggar belajar yang diberi nama Muria Batik Kudus..