Brilio.net - Bekerja, mendapat gaji dan fasilitas ternyata bukan satu-satunya hal yang bisa membuat manusia meraih kebahagiaan sejati. Cerita Elisabeth Lily (40) menjadi contoh.

Perempuan asal Medan itu memilih keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan lebih memilih terjun ke dunia anak berkebutuhan khusus. Kini Elisabeth bersama suami, Andreas Sukendro Saputro (47), mengelola tiga sekolah yang mereka rintis sendiri.

Elisabeth mulai bergelut dengan ABK sejak kuliah. Ia sering membantu ibu angkatnya yang menjadi suster untuk membantu anak-anak dari Sekolah Luar Biasa (SLB). Kemudian saat ia sudah berkerja kantoran, ia selalu menyisihkan waktunya di hari Minggu untuk melakukan pelayanan di kampung-kampung.

Setelah 9 tahun bekerja di sebuah perusahaan, ia memutuskan untuk mundur dan memilih mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan. Tahun 2003 ia mendirikan sekolah kecil-kecilan seperti tempat les untuk menerima siapa saja anak yang mempunyai masalah dalam pelajaran sekolah. Hingga suatu saat ada seorang ibu yang mendaftarkan anaknya yang autis untuk sekolah di sana. Dari situ ABK yang mendaftar di tempatnya semakin banyak. Pada 2007, ia putuskan tak menerima lagi siswa normal.

Selain sekolah khusus ABK yang diberi nama I Homeschooling, tahun 2009 ia mendirikan Sekolah Alam Medan. Sama seperti I Homeschooling, sekolah ini juga hanya menerima siswa ABK.

"Sekolah Alam Medan ini dibuat awalnya dari anak homeschooling yang sudah besar dan agak bandel, kalo misalnya digabung dengan anak-anak kecil kalau berantem cukup berbahaya," terangnya kepada brilio.net, Jumat (29/5).

Sekolah alam ini didesain memberikan bekal lebih untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Materi formal yang diberikan hanya materi pokok seperti membaca, menulis, dan berhitung. Waktu selebihnya hingga sore digunakan untuk memberikan materi lifeskill yang mengasah kemampuan mereka seperti memasak, membuat kreasi daur ulang barang bekas, ataupun menjahit.

"Kan mereka tak selamanya harus bergantung dengan orang-orang di sekitarnya, mereka harus mempunyai kemampuan demi masa depan lebih baik," terang Elisabeth.

Mulai SMP, Elisabeth sangat senang sekali mempelajari berbagai kerajinan dan keterampilan. Apalagi bertahun-tahun menggeluti dunia ABK membuat dirinya harus terus mengasah kemampuan baru untuk diberikan kepada murid-muridnya.

Tahun 2011 ia pun memutuskan untuk mendirikan Sanggar Kreativitas Anak. Sanggar ini ia gunakan untuk memberikan keterampilan kepada anak-anak. Meski begitu, pesertanya pun tak hanya anak-anak. Sanggar Kreativitas Anak ini juga menerima siswa berbagai usia. Bahkan menurut Elisabeth, pernah ada nenek-nenek yang ikut belajar di sanggar tersebut.

Meskipun berlatar pendidikan ekonomi dan rela resign dari perusahaan tempat ia bekerja, ia merasa lebih nyaman dengan keadaannya sekarang. Ia pun mengungkapkan jika tak menyangka akhirnya bergelut di dunia ABK.

"Ini soal pilihan hidup, nggak semua yang membahagiakan itu harus kerja di kantor, di tempat ber-AC dan bergaji tinggi. Ini semua pastinya sudah diatur oleh Yang di Atas," terangnya.