Brilio.net - Kegalauan kerap melanda anak muda yang baru saja lulus SMA. Banyak yang memilih langsung bekerja tapi banyak juga yang tetap memilih kuliah. Banyak alasan yang menjadi pertimbangan mereka yang memilih kuliah. Terkadang ada alasan mulia di balik keinginan seseorang berkuliah yang tak banyak orang tahu.

Sama seperti seorang Ibnu Fajar, yang pernah merasakan kuliah di dua jurusan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berbeda dalam satu tempo. Tak seperti yang ada di ledekan teman-temannya, maruk dan lain sebagainya, Ibnu tetap memiliki alasan tersendiri mengambil 2 bangku kuliah yang nggak diduga banyak orang.

Dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan membuatnya dibebaskan dalam menjangkau masa depannya. Modal besar sudah dipersiapkan orangtuanya bila dia lebih memilih berwirausaha setelah lulus SMA. Orangtuanya juga oke-oke saja kalau Ibnu berani melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

"Sebenarnya saat itu aku ingin meneruskan usaha orangtua, tapi aku juga harus jadi teladan buat adik-adikku. Pendidikanku juga harus lebih tinggi dari orangtuaku yang dua-duanya SMK, supaya mereka merasa berhasil mendidikku. Makanya tahun 2010 itu aku pilih kuliah D3 Manajemen. Kan kuliah D3 lebih cepet tuh dari S1, jadi pendidikannya dapet dan bisa cepet jalanin bisnis orangtua juga," kata Ibnu saat berbincang dengan brilio.net, Selasa (21/4).

Di tengah perjalanan kuliahnya, tanpa sengaja Ibnu mendapat info tentang program Indonesia Mengajar, besutan Anies Baswedan. Naluri sosialnya seketika itu memuncak. Dia menggebu ingin segera lulus dan mengabdi di tanah yang pendidikannya masih tandus. Sayangnya kesempatan itu hanya berlaku untuk lulusan S1. Nyalinya-pun sempat ciut.

"Andai saja dari lulus SMA sudah tahu info itu, aku pasti langsung pilih kuliah S1," kenangnya.

Cerita Ibnu Fajar rela kuliah 2 jurusan demi ikut Indonesia Mengajar

Saat kegalauan melandanya, muncul ide untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi lagi. Dia rasa itu ide yang tepat untuk bisa meraih mimpinya, menjadi pengajar muda (sebutan orang-orang yang lolos program Indonesia Mengajar). Melangkahlah Ibnu mewujudkan idenya tanpa sepengetahuan orangtuanya.

Tak disangka, walau menurutnya dia bukan orang yang pintar, berbekal niat yang mulia dia berhasil diterima di S1 Peternakan UGM 2012, mengalahkan banyak pesaingnya.

"Shubuh-shubuh aku telepon ibu, langsung cerita keterima S1 di Peternakan UGM. Dimarahi pertamanya, kenapa kok nggak nerusin kuliahnya. Terus aku jelasin kalau aku bakal terusin sampai lulus kuliahku yang pertama, tapi aku juga tetep ambil kuliah di sana. Ibu akhirnya dukung dan kirim aku uang buat bayar SPMA," ujarnya.

Mulai tahun 2012 akhirnya Ibnu resmi menjalani kuliah di dua tempat. Itu semua dilakukan demi meraih mimpinya dan menjaga kepercayaan kedua orangtuanya. Tak bisa dipungkiri dia kerap merasa lelah. Apalagi dia juga menjalani empat organisasi, yang semuanya di tingkat universitas, supaya nantinya bisa diperhitungkan oleh Indonesia Mengajar.

"Aku dulu sampai sering pingsan, sakit. Aku kan juga bukan orang yang biasa aja, nggak pinter gitu. Ya jadi sempet drop IP keduanya. Sempet keteteran kalau ada tugas-tugas. Praktikum juga sering inhal (ikut hari lain)," bebernya.

Mengetahui IP semesternya sempat jeblok, Ibnu justru terpacu semangatnya untuk bangkit. Dia belajar lebih giat hingga nilainya terus meroket naik dari semester ke semester. Semester kemarin untuk kuliahnya yang di Peternakan, dia bisa tembus IP 3,5. Sementara kuliahnya yang di Manajemen sudah selesai dengan predikat kelulusan sangat memuaskan (di bawah cumlaude).

"November kemarin kan aku udah wisuda diploma. Sekarang tinggal berjuang setahun lagi untuk dapetin gelar sarjana. Jadi bisa lebih fokus. Target semester ini dan semester depan bisa tembus IP 4. Rencana Mei tahun depan lulus dengan IPK di atas 3 dan langsung daftar Indonesia Mengajar."