Brilio.net - Pernahkah kamu mendengar pernyataan bahwa energi seseorang itu bisa menular?

Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Chicago; University of California, San Diego; dan Harvard University, menunjukkan jika satu orang dalam sebuah kelompok merasa kesepian, maka emosi negatif ini akan menyebar ke anggota yang lain.

Studi yang dilakukan selama 10 tahun itu melibatkan sekitar 5.100 orang dan bertugas meneliti kontak sosial partisipan ini. Peneliti mencari tahu perasaan kesepian dari waktu ke waktu dengan bertanya seberapa sering partisipan merasakan kesepian dalam waktu satu minggu. Peneliti menemukan bahwa kesepian dapat menular dan diikuti dengan cara yang berbeda menyebar di lingkungan orang tersebut.

Seperti yang tercatat dalam atikel berjudul Alone in the Crowd: The Structure and Spread of Loneliness in a Large Social Network yang di Journal of Personality and Social Psychology, seiring waktu setiap penambahan hari merasakan kesepian setiap minggunya, juga akan menambah satu hari ekstra kesepian setiap bulan dalam lingkungan sosial mereka.

Rata-rata orang mengalami kesepian sekitar 48 hari setahun, tapi memiliki teman kesepian dapat menambah 17 hari kesepian setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, setiap pertambahan teman dapat menurunkan kesepian sekitar 5%, yang mana dapat diartikan dua setengah lebih sedikit jumlah hari kesepian dalam setahun.

Gagasan kesepian bisa menular adalah kontradiktif disebabkan kita cenderung percaya bahwa orang kesepian itu menyimpan perasaan kesepiannya sendiri. Namun begitu, studi inifokus pada perasaan subjektif dari kesepian, bukan orang-orang yang terisolasi secara sosial.

Penelitian menunjukkan bahwa saat perasaan kesepian mulai muncul, maka perasaan itu ditransmisikan kepada orang lain sebelum orang memutuskan hubungan dan menjauh dari lingkungan sosialnya. "Orang bisa merasa kesepian sekalipun dia dikelilingi orang lain," ujar Nicholas Christakis A, dokter dan ilmuwan sosial dari Harvard Medical School, seperti dikutip brilio.net dari laman The New York Times, Selasa (11/8).

Penulis buku Connected: The Surprising Power of Our Social Networks and How They Shape Our Lives itu juga menyatakan bahwa sejauh ini perspektif tradisional terhadap emosi manusia adalah bahwa emosi merupakan pengalaman individu. Namun faktanya, orang tidak hanya memiliki emosi, melainkan juga menunjukkannya kepada orang lain. Dengan begitu, orang lain dapat membacanya, menyalinnya, dan menginternalisasi emosi itu.

Christakis menganalogikan emosi kesepian ini layaknya menarik sebuah benang yang bisa mengurai atau merusak sebuah sweter. Orang yang kesepian akan merusak lingkungan sosialnya, bahkan sebelum pindah ke lingkungan yang lain.

Maka dari itu, perlu adanya kepekaan setiap orang terhadap orang-orang kesepian supaya tidak semakin mengurai benang dari sweter yang telah ada. Dengan adanya 'deteksi' dan solusi dini, maka lingkungan bersangkutan tidak akan dipenuhi orang-orang kesepian maupun beremosi negatif lainnya.

Nah, guys, kalau kamu yang merasa kesepian, jangan ragu kembali bergaul dan bersemangat. Bila emosi negatif seperti kesepian menular, maka emosi positif seperti rasa optimis dan gembira juga bisa menular. Pastikan kamu tak lupa bahagia, ya.