Brilio.net - Pecinta film tanah air pasti bertanya-tanya dan penasaran film apa yang menjadi tonggak awal bagi perfilman tanah air. Kamu juga pasti mengira film tentang perjuangan atau film tentang G30S/PKI. Jika kamu mengira film itu sebagai film awal di Indonesia, berarti kamu salah besar!

Adalah 'Loetoeng Kasaroeng', film yang menjadi sejarah bagi pondasi film Indonesia. Film ini diproduksi oleh NV Java Film Company pada tahun 1926. Film tersebut tercatat oleh Harian De Lecomotif sebagai film lokal pertama yang diputar di Bioskop Majestic, Jalan Braga Bandung pada pada tanggal 31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927. Film ini juga diklaim menjadi cikal bakal industri sinema di Indonesia saat itu.

Seperti dikutip brilio.net dari De Locomotif, Kamis (19/3), "Pemain-pemain pribumi dipilih dengan seksama dari golongan priyayi yang berpendidikan. Pengambilan film dilakukan di suatu tempat yang dipilih dengan cermat, kira-kira dua kilometer sebelah Barat Kota Padalarang."

Bioskop itu didirikan pada awal dekade tahun 20-an dan selesai tahun 1925 dengan arsitek Wolf Schoemaker. Pria yang bergelar profesor dan insinyur itu pernah sukses membangun Gedung Asia-Afrika, Gedung PLN, Masjid Cipaganti, Preanger hingga Gereja Katedral di Jalan Merdeka yang jejak karyanya di Kota Bandung masih berdiri sampai saat ini.

Bioskop Majestic, pada masanya dibangun sebagai bagian yang terpisahkan dari kawasan Jalan Braga, sebuah kawasan belanja bergengsi bagi para Meneer Belanda pemilik perkebunan. Bioskop itu didirikan untuk keperluan memuaskan hasrat para Meneer itu akan sarana hiburan di samping sarana perbelanjaan.

Promosi film pada kala itu masih menggunakan kereta kuda sewaan. Kereta itu berkeliling kota membawa poster film dan membagikan selebaran. Kedatangan kereta kuda pada zaman itu sudah menjadi hiburan tersendiri, terutama bagi anak-anak.

Pemutaran filmnya juga unik, yakni hanya dimulai pukul 19.30 WIB dan 21.00 WIB. Sebelum film diputar di pelataran Bioskop Majestic terdapat sebuah Orkes musik mini yang disewa pihak pengelola untuk memainkan lagu-lagu gembira sehingga mampu menarik perhatian.

Menjelang film akan mulai diputar, orkes mini ini pindah ke dalam bioskop untuk berfungsi sebagai musik latar dari film yang dimainkan. Maklum saja pada pertengahan tahun 1920-an itu film masih merupakan film bisu.

Pada masa itu, sopan santun dan etika menonton juga sangat dijaga. Di Bioskop Majestic, tempat duduk penonton terbagi dua, antara penonton laki-laki dan perempuan dengan letak deret kanan dan kiri.

Memasuki periode 1980-an, kejayaan bioskop yang menjadi bagian dari sejarah kelahiran film Indonesia ini mulai terasa surut. Seiring perkembangan zaman akhirnya digantikan dengan bioskop-bioskop modern yang bisa kita rasakan hingga saat ini.