Brilio.net - Bahasa merupakan salah satu bentuk komunikasi untuk bersosialisasi. Jika kamu dapat berbicara secara mudah dan nyaman dengan orang lain, kamu telah membangun hubungan yang bagus. Kemudian kamu bisa luwes berbicara melalui pesan teks, itu akan membuatmu lebih dekat dengan kelompokmu.

Generasi sebelum kita merupakan generasi yang sedikit 'anti' dengan cara berkomunikasi melalui teks. Maka tak heran kalau kakek-nenek, mama-papa, pakde-bude kita mencibir adanya Facebook atau alat komunikasi messenger yang tengah merebak sekarang ini.

Berbeda dengan kita yang sangat familiar dengan cara berkomunikasi instan melalui messenger atau setidaknya telepon. Kita adalah generasi yang sangat akrab dengan teknologi sehingga ada sebutan yang menyatakan bahwa teknologi membuat kita dekat dengan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Perbedaan persepsi cara berkomunikasi antar generasi seperti di atas, masih ditambahi dengan perbedaan tentang konten atau isi dari pembicaraan antara kedua belah pihak. Misalnya saja, para orangtua akan menyebut obrolan seks adalah tabu. Sedangkan kita sebagai generasi millenial atau anak muda zaman sekarang, sudah lebih lumrah membahas tentang seks. Bahkan tidak jarang ada yang menjadikannya candaan antarteman tanpa berniat untuk melecehkan. Atau beberapa hal yang menurut kita sepele, tapi ternyata orangtua tidak berkenan.

Nah, guys, sebenarnya belakangan ini sudah banyak pembahasan hal sepele yang tersebar di kalangan kita sendiri, baik melalui obrolan langsung maupun lewat media sosial. Sebut saja fenomena Dijah Yellow, si Risna yang datang ke acara pernikahan mantan pacarnya, bahkan sampai yang terakhir seorang polwan Dewi 'Di situ kadang saya merasa sedih'. Berita itu sebenarnya hal sepele. Tapi karena ada media sosial dan diolah oleh tangan-tangan kreatif, maka menjadi gosip dan tren di seluruh negeri.

Lalu, apakah hal sepele yang justru disukai banyak orang itu hanya berfungsi sebagai hiburan tanpa makna begitu saja? Bahkan gosip-gosip murahan justru tidak pantas kita utarakan dalam obrolan bersama teman?

Ternyata, menurut seorang psikolog bernama Robin Dunbar, gosip atau hal-hal sepele yang sedang in, justru bisa menjadi alat komunikasi sosial untuk membangun sebuah hubungan. Bagaimanapun, gosip juga merupakan informasi. Dan informasi yang kita peroleh bisa saja membuka akses untuk lebih intim dengan orang-orang di sekeliling kita.

Berikut ini brilio.net mengulas alasan bergosip itu bermanfaat dan bisa memmbuatmu bahagia, seperti yang dikutip dari elitedaily.com, Senin (23/3). Yuk, kita cek!

1. Menjalin pertemanan
Pertemanan yang bagus dimulai dengan obrolan ngalor-ngidul. Benar, tidak? Kamu akan tertarik, berbicara tentang apa saja, kemudian seiring berjalannya waktu sebuah hubungan akan terjalin.

Berteman bisa dari mana saja. Teman dari teman juga bisa menjadi teman kita. Bagaimana caranya? Bermula dari obrolan basa-basi itu.

Seringnya, ketika kita sudah merasa nyaman berkomunikasi dengan teman baru, ke depannya kita akan lebih banyak lagi berbagi informasi. Saling berbagi informasi inilah yang menunjukkan tingkat kepercayaan satu sama lain. Dengan begitu, kamu jadi menambah banyak teman, bukan?

2. Menunjukkan kamu akrab dengan orang lain
Bergosip adalah bentuk paling nyata dari persahabatan yang kita miliki. Misalnya saja di kampus atau kantor, kamu memiliki teman untuk berbagi dan tertawa, hidupmu pasti tidak akan membosankan. Hidup ini sudah berat, mamen. Masa kamu mau hidupmu lebih berat lagi?

Dalam persahabatan, ada kalanya berbicara serius. Tapi selingi saja dengan obrolan haha-hihi bersama. Hal ini akan membuatmu lebih rileks setelah seharian belajar atau bekerja. Tentu saja, dengan bicara remeh temeh kamu bisa mengenali karakter temanmu lebih dalam lagi, dong.

3. Menunjukkan kita ingin diterima oleh kelompok
Memiliki bahan obrolan walaupun sepele bisa membuat kita bisa mengkrabkan diri dalam sebuah kelompok. Tapi sesuaikan juga kelompok yang kamu ikuti dan perhatikan pula anggotanya. Siapa tahu kan, ada anggota yang kaku sekali, yang tidak mau ada pembahasan out of topic sehingga kamu 'disemprit' untuk tutup mulut seketika. Pelajari dulu topik penting dan remeh temeh apa saja yang bisa masuk ke kelompokmu.

Tapi sebenarnya, dengan kamu bisa ikut menimbrung dalam orbolan sederhana, menunjukkan bahwa kamu ingin diakui oleh kelompokmu itu. Dengan adanya penerimaan dari anggota kelompok, kamu pasti merasa ada penerimaan.

4. Memiliki informasi personal membuat diri merasa 'sesuatu'
Poin ini cukup menggelitik. Kita sering dong, mendapat gosip si X atau Y. Tapi ketika kita mau berbicara kepada orang lain tentang gosip si X, kita merasa tidak etis menyebarkan berita simpang-siur tersebut. Kalaupun kita tidak jadi membeberkan gosip itu, ternyata hanya dengan memiliki sebuah informasi titik lemah seseorang, kita bisa merasa puas. Bisa dibilang: Ini lho, gue punya kuncian si X. Benar atau tidak? Hayo ngaku! Hehehe.

Bahkan ketika gosip itu justru sesuatu yang positif, terkadang kita merasa kudu membaginya ke khalayak umum. Seakan-akan menunjukkan bahwa kitalah orang pertama yang tahu rahasia besar itu. Betul, tidak?

5. Sedikit bergosip tentang kejelekan pihak lain itu menunjukkan bahwa pihak itu juga manusia
Maksudnya adalah saat kamu mendengar artis idolamu bisa terjebak dalam skandal seks atau terkena kasus narkoba, kamu bisa saja kecewa, sedih, sekaligus jengkel. Tapi pada akhirnya kamu merasa bahwa idolamu juga manusia.

Bergosip bisa membuatmu tersadar secara tidak langsung. Sebab selama ini bisa saja kamu mendewakan artis idola tersebut seolah tak pernah adanya cacatnya.

Nah, bagaimana? Bergosip tidak selalu buruk. Asal kamu tidak sengaja menyebar aib orang ke seluruh penjuru dunia. Apalagi yang belum tentu kebenarannya. Kalaupun kamu mendapatkan kabar buruk yang menjadi bahan bergosip dengan gengmu, cukuplah itu menjadi konsumsi gengmu. Intinya, selama itu tidak merugikan orang lain, jalan terusss. Hidup ini butuh obrolan haha-hihi biar selalu tertawa. Tertawa bisa bikin mood-mu melejit naik, lho. Selamat tertawa!